Rabu, 11 November 2015

Pemeriksaan Laboratorium

HB (HEMOGLOBIN)
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada darah ditentukan oleh kadar Hemoglobin.
Nilai normal Hb :
Wanita 12-16 gr/dL
Pria 14-18 gr/dL
Anak 10-16 gr/dL
Bayi baru lahir 12-24gr/dL
Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan intra-vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat antiradang).
Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan Hb yaitu metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit
          TROMBOSIT (PLATELET)
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi perdarahan dan hambatan perm- bekuan darah. Jumlah normal pada tubuh manusia adalah 200.000-400.ooo/Mel darah. Biasanya dikaitkan dengan penyakit demam berdarah.
          HEMATOKRIT (HMT)
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan Iain-Iain) dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT berarti konsentrasi darah makin kental. Hal ini terjadi karena adanya perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari pembuluh darah sementara jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih kental.Diagnosa DBD (Demam Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.
Nilai normal HMT :
Anak 33 -38%
Pria dewasa 40 – 48 % Wanita dewasa 37 – 43 %
Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut (kehilangan darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagalginjal kronik, mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak lambung).
Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.
      LEUKOSIT (SEL DARAH PUTIH)
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Nilai normal :
Bayi baru lahir 9000 -30.000 /mm3
Bayi/anak 9000 – 12.000/mm3
Dewasa 4000-10.000/mm3
Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut,misalnya pneumonia (radang paru-paru), meningitis (radang selaput otak), apendiksitis (radang usus buntu), tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin, dan Iain-Iain.
Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan obat-obatan, terutama asetaminofen (parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika (penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti infeksi terutama yang disebabkan oleh bakter).
      HITUNG JENIS LEUKOSIT (DIFERENTIAL COUNT)
Hitung jenis leukosit adalah penghitungan jenis leukosit yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit.
Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan secara spesifik kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi. Tipe leukosit yang dihitung ada 5 yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit. Salah satu jenis leukosit yang cukup besar, yaitu 2x besarnya eritrosit (se! darah merah), dan mampu bergerak aktif dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah. Neutrofil paling cepat bereaksi terhadap radang dan luka dibanding leukosit yang lain dan merupakan pertahanan selama fase infeksi akut.
Peningkatan jumlah neutrofil biasanya pada kasus infeksi akut, radang, kerusakan jaringan, apendiksitis akut (radang usus buntu), dan Iain-Iain.
Penurunan jumlah neutrofil terdapat pada infeksi virus, leukemia, anemia defisiensi besi, dan Iain-Iain.
       EOSINOFIL
Eosinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang terlibatdalam alergi dan infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan jumlahnya 1 – 2% dari seluruh jumlah leukosit. Nilai normal dalam tubuh: 1 – 4%
Peningkatan eosinofil terdapat pada kejadian alergi, infeksi parasit, kankertulang, otak, testis, dan ovarium. Penurunan eosinofil terdapat pada kejadian shock, stres, dan luka bakar.

      BASOFIL
Basofil adalah salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1% dari seluruh jumlah leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang seperti asma, alergi kulit, dan lain-lain.Nilai normal dalam tubuh: o -1%
Peningkatan basofil terdapat pada proses inflamasi(radang), leukemia, dan fase penyembuhan infeksi.
Penurunan basofil terjadi pada penderita stres, reaksi hipersensitivitas (alergi), dan kehamilan
      LIMPOSIT
Salah satu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan dan pembentukan antibodi. Nilai normal: 20 – 35% dari seluruh leukosit.
Peningkatan limposit terdapat pada leukemia limpositik, infeksi virus, infeksi kronik, dan Iain-Iain.
Penurunan limposit terjadi pada penderita kanker, anemia aplastik, gagal injal, dan Iain-Iain.
       MONOSIT
Monosit merupakan salah satu leukosit yang berinti besar dengan ukuran 2x lebih besar dari eritrosit sel darah merah), terbesar dalam sirkulasi darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Nilai normal dalam tubuh: 2 – 8% dari jumlah seluruh leukosit.
Peningkatan monosit terdapat pada infeksi virus,parasit (misalnya cacing), kanker, dan Iain-Iain.
Penurunan monosit terdapat pada leukemia limposit dan anemia aplastik.
       ERITROSIT
Sel darah merah atau eritrosit berasal dari Bahasa Yunani yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung. Eritrosit adalah jenis se) darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan tubuh. Sel darah merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan. Pada orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen rendah maka cenderung memiliki sel darah merah lebih banyak.
Nilai normal eritrosit :
Pria 4,6 – 6,2 jt/mm3
Wanita 4,2 – 5,4 jt/mm3
       MASA PERDARAHAN
Pemeriksaan masa perdarahan ini ditujukan pada kadar trombosit, dilakukan dengan adanya indikasi (tanda-tanda) riwayat mudahnya perdarahan dalam keiuarga.
Nilai normal :
dengan Metode Ivy 3-7 menit
dengan Metode Duke 1-3 menit
Waktu perdarahan memanjang terjadi pada penderita trombositopeni (rendahnya kadar trombosit hingga 50.000 mg/dl), ketidaknormalan fungsi trombosit, ketidaknormalan pembuluh darah, penyakit hati tingkat berat, anemia aplastik, kekurangan faktor pembekuan darah, dan leukemia. Selain itu perpanjangan waktu perdarahan juga dapat disebabkan oleh obat misalnya salisilat (obat kulit untuk anti jamur), obat antikoagulan warfarin (anti penggumpalan darah), dextran, dan Iain-Iain.
       MASA PEMBEKUAN
Merupakan pemeriksaan untuk melihat berapa lama diperlukan waktu untuk proses pembekuan darah. Hal ini untuk memonitor penggunaan antikoagulan oral (obat-obatan anti pembekuan darah). Jika masa pembekuan >2,5 kali nilai normal, maka potensial terjadi perdarahan.Normalnya darah membeku dalam 4 – 8 menit (Metode Lee White).
Penurunan masa pembekuan terjadi pada penyakit infark miokard (serangan jantung), emboli pulmonal (penyakit paru-paru), penggunaan pil KB, vitamin K, digitalis (obat jantung), diuretik (obat yang berfungsi mengeluarkan air, misal jika ada pembengkakan).
Perpanjangan masa pembekuan terjadi pada penderita penyakit hati, kekurangan faktor pembekuan darah, leukemia, gagal jantung kongestif.
         LAJU ENDAP DARAH (LED)
LED untuk mengukur kecepatan endap eritrosit (sel darah merah) dan menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit (sel darah merah) dan plasma. LED dapat digunakan sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit, terutama pada penyakit kronis seperti Arthritis Rheumatoid (rematik), dan TBC.
Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik (menyeluruh), trauma, kehamilan trimester II dan III, infeksi kronis, kanker, operasi, luka bakar.Penurunan LED terjadi pada gagal jantung kongestif, anemia sel sabit, kekurangan faktor pembekuan, dan angina pektoris (serangan jantung).Selain itu penurunan LED juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat seperti aspirin, kortison, quinine, etambutol.
       G6PD (GLUKOSA 6 PHOSFAT DEHIDROGENASE)
Merupakan pemeriksaan sejenis enzim dalam sel darah merah untuk melihat kerentanan seseorang terhadap anemia hemolitika. Kekurangan G6PD merupakan kelainan genetik terkait gen X yang dibawa kromosom wanita. Nilai normal dalam darah yaitu G6PD negatif
Penurunan G6PD terdapat pada anemia hemolitik, infeksi bakteri, infeksi virus, diabetes asidosis.
Peningkatan G6PD dapat juga terjadi karena obat-obatan seperti aspirin, asam askorbat (vitamin C) vitamin K, asetanilid.
       BMP (BONE MARROW PUNCTION)
Pemeriksaan mikroskopis sumsum tulang untuk menilai sifat dan aktivitas hemopoetiknya (pembentukan sel darah). Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita leukemia.
Nilai normal rasio M-E (myeloid-eritrosit) atau perbandingan antara leukosit berinti dengan eritrosit berinti yaitu 3 :1 atau 4 :1
       HEMOSIDERIN/FERITIN
Hemosiderin adalah cadangan zat besi dalam tubuh yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya kekurangan zat besi dalam tubuh yang mengarah ke risiko menderita anemia.
       PEMERIKSAAN ALKOHOL DALAM PLASMA
Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya intoksikasi alkohol (keracunan alkohol) dan dilakukan untuk kepentingan medis dan hukum. Peningkatan alkohol darah melebihi 100 mg/dl tergolong dalam intoksikasi alkohol sedang berat dan dapat terjadi pada peminum alkohol kronis, sirosis hati, malnutrisi, kekurangan asam folat, pankreatitis akut (radang pankreas), gastritis (radang lambung), dan hipo-glikemia (rendahnya kadar gula dalam darah).
     PEMERIKSAAN TOLERANSI LAKTOSA
Laktosa adalah gula sakarida yang banyak ditemukan dalam produk susu dan olahannya. Laktosa oleh enzim usus akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa. Penumpukan laktosa dalam usus dapat terjadi karena kekurangan enzim laktase, sehingga menimbulkan diare, kejang abdomen (kejang perut), dan flatus (kentut) terus-menerus, hal ini disebut intoleransi laktosa. dalam jumlah besar kemudian diperiksa kadar gula darah . Apabila nilai glukosa darah sewaktu >20 mg/dl dari nilai gula darah puasa berarti laktosa diubah menjadi glukosa atau toleransi laktosa, dan apabila glukosa sewaktu <20 mg/dl dari kadar gula darah puasa, berarti terjadi intoleransi glukosa. Sebaiknya menghindari konsumsi produk susu. Hal ini dapat diatasi dengan sedikit demi sedikit membiasakan konsumsi produk susu.
Nilai normal :
dalam plasma < 0,5 mg/dl
dalam urin 12-40 mg/dl
      LDH (LAKTAT DEHIDROGENASE)
Merupakan salah satu enzim yang melepas hidrogen, dan tersebar luas pada jaringan terutama ginjal, rangka, hati, dan otot jantung.
Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai puncaknya 24-48 jam setelah infark miokard (serangan jantung) dan tetap normal 1-3 minggu kemudian. Nilai normal: 80 – 240 U/L
      SGOT (SERUM GLUTAMIK OKSOLOASETIKNTRANSAMINASE)
Merupakan enzim transaminase, yang berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung. Pelepasan SGOT yang tinggi dalam serum menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan jantung dan hati.             Nilai normal :
Pria s.d.37 U/L
Wanita s.d. 31 U/L
Pemeriksan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya intoleransi laktosa dengan cara memberi minum laktosa
Peningkatan SGOT <3x normal = terjadi karena radang otot jantung, sirosis hepatis, infark paru, dan Iain-lain.
Peningkatan SGOT 3-5X normal = terjadi karena sumbatan saluran empedu, gagal jantung kongestif, tumor hati, dan Iain-lain.
Peningkatan SGOT >5x normal = kerusakan sei-sel hati, infark miokard (serangan jantung), pankreatitis akut (radang pankreas), dan Iain-lain.
       SGPT (SERUM GLUTAMIK PYRUVIK TRANSAMINASE)
Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Peningkatan dalam serum darah menunjukkan adanya trauma atau kerusakan hati.
Nilai normal :
Pria sampai dengan 42 U/L
Wanita sampai dengan 32 U/L
Peningkatan >20x normal terjadi pada hepatitis virus, hepatitis toksis.
Peningkatan 3 – 10x normal terjadi pada infeksi mond nuklear, hepatitis kronik aktif, infark miokard (serangan jantung).
Peningkatan 1 – 3X normal terjadi pada pankreatitis, sirosis empedu.
        ASAM URAT
Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin (bagian penting dari asam nukleat pada DNA dan RNA).Purin terdapat dalam makanan antara lain: daging, jeroan, kacang-kacangan, ragi, melinjo dan hasil olahannya. Pergantian purin dalam tubuh berlangsung terus-menerus dan menghasilkan banyak asam urat walaupun tidak ada input makanan yang mengandung asam urat.
Asam urat sebagian besar diproduksi di hati dan diangkut ke ginjal. Asupan purin normal melalui makanan akan menghasilkan 0,5 -1 gr/hari. Peningkatan asam urat dalam serum dan urin bergantung pada fungsi ginjal, metabolisme purin, serta asupan dari makanan. Asam urat dalam urin akan membentuk kristal/batu dalam saluran kencing. Beberapa individu dengan kadar asam urat >8mg/dl sudah ada keluhan dan memerlukan pengobatan.
Nilai normal :
Pria 3,4 – 8,5 mg/dl (darah)
Wanita 2,8 – 7,3 mg/dl (darah)
Anak 2,5 – 5,5 mg/dl (darah)
Lansia 3,5 – 8,5 mg/dl (darah)
Dewasa 250 – 750 mg/24 jam (urin)
Peningkatan kadar asam urat terjadi pada alkoholik, leukemia, penyebaran kanker, diabetes mellitus berat, gagal ginjal, gagal jantung kongestif, keracunan timah hitam, malnutrisi, latihan yang berat. Selain itu juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya asetaminofen, vitamin C,aspirin jangka panjang,diuretik.
Penurunan asam urat terjadi pada anemia kekurangan asam folat, luka bakar, kehamilan, dan Iain-Iain. Obat-obat yang dapat menurunkan asam urat adalah allopurinol, probenesid, dan Iain-Iain.
        KREATININ
Merupakan produk akhir metabolisme kreatin otot dan kreatin fosfat (protein) diproduksi dalam hati. Ditemukan dalam otot rangka dan darah, dibuang melalui urin. Peningkatan dalam serum tidak dipengaruhi oleh asupan makanan dan cairan.
Nilai normal dalam darah :
Pria 0,6 – 1,3 mg/dl
Wanita 0,5 – 0,9 mg/dl
Anak 0,4 -1,2 mg/dl
Bayi 0,7 -1,7 mg/dl
Bayi baru lahir 0,8 -1,4 mg/dl
Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal dan penyusutan massa otot rangka. Hal ini dapat terjadi pada penderita gagal ginjal, kanker, konsumsi daging sapi tinggi, serangan jantung. Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin nyaitu vitamin C, antibiotik golongan sefalosporin,aminoglikosid, dan Iain-Iain.
          BUN (BLOOD UREA NITROGEN)
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati. Pada orang normal, ureum dikeluarkan melalui urin.
Nilai normal :
Dewasa 5-25 mg/dl
Anak 5-20 mg/dl
Bayi 5-15 mg/dl
Rasio nitrogen urea dan kreatinin = 12 :1 – 20 :1
         PEMERIKSAAN TRIGLISERIDA
Merupakan senyawa asam lemak yang diproduksi dari karbohidrat dan disimpan dalam bentuk lemak hewani. Trigliserida ini merupakan penyebab utama penyakit penyumbatan arteri dibanding kolesterol.
Nilai normal :
Bayi 5-4o mg/dl
Anak 10-135 mg/dl
Dewasa muda s/dl50 mg/dl
Tua (>50 tahun) s/d 190 mg/dl
Penurunan kadartrigliserid serum dapatterjadi karena malnutrisi protein, kongenital (kelainan sejak lahir). Obat-obatan yang dapat menurunkan trigliserida yaitu asam askorbat (vitamin C), metformin (obata anti diabetik oral).
Peningkatan kadar trigliserida terjadi pada hipertensi (penyakit darah tinggi), sumbatan pembuluh darah otak,diabetes mellitus tak terkontrol, diet tinggi karbohidrat, kehamilan. Dari golongan obat, yang dapat meningkatkan trigliserida yakni pil KB terutama estrogen.

Deteksi Hepatitis
” Gejala secara fisik seperti perubahan warna kulit dan kornea mata yang kekuningan masih berupa indikasi awal. Agar mendapat kepastian adanya penyakit hepatitis maka perlu uji laboratorium “.
pengobatan hepatitis dapat dilakukan dengan tepat jika diagnosis yang dilakukan juga tepat. Dokter dapat menentukan diagnosis suatu penyakit berdasarkan beberapa aspek, seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG, sinar X, CT scan, atau MRI.
Anamnesis merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan anamnesis adalah dokter dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan gejala penyakit yang dirasakan pasien, hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit, dan hal-hal lain yang akan mempengaruhi perjalanan penyakit atau proses pengobatan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat dan menilai adanya kelainan atau gangguan pada tubuh pasien, baik terkait keluhannya ataupun tidak. Sering kali ditemukan gangguan atau kelainan pada saat pemeriksaan fisik yang pasien sendiri pun tidak merasa atau mengetahuinya. Pemeriksaan laboratorium berguna antara lain untuk membantu memastikan diagnosis karena beberapa penyakit dapat memberikan keluhan dan gejala yang sama serta menilai fungsi organ. Sementara pemeriksaan penunjang berguna antara lain untuk menentukan dengan tepat letak kelainan pada tubuh bagian dalam atau menilai derajat suatu penyakit.
A. Pemeriksaan Laboratorium penyakit Hepatitis
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengetahui penyebab hepatitis, dan menilai fungsi hati. Secara garis besar, pemeriksaan laboratorium untuk hepatitis dibedakan atas dua macam, yaitu tes serologi dan biokimia hati.
Tes serologi dilakukan dengan cara memeriksa kadar antigen maupun antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk memastikan diagnosis hepatitis serta mengetahui jenis virus penyebabnya. Sementara tes biokimia hati dilakukan dengan cara memeriksa sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan atau diproses oleh jaringan hati. Tes biokimia hati dapat menggambarkan derajat keparahan atau kerusakan sel sehingga dapat menilai fungsi hati.
Hati yang sehat memiliki fungsi yang sangat beragam. Demikian pula penyakit yang dapat mengganggu fungsi hati dan kelainan biokimia hati yang bervariasi pula. Pemeriksaan fungsi hati yang hanya menggunakan satu jenis parameter saja, misalnya aspartat aminotransferase (AST/SCOT), kurang dapat dipercaya untuk dijadikan acuan dalam menentukan fungsi hati. Penderita penyakit hati secara umum, termasuk hepatitis, akan diperiksa darahnya untuk beberapa jenis pemeriksaan parameter biokimia, seperti AST, ALT (alanin aminotransferase), alkalin fosfatase, bilirubin, albumin, dan juga waktu protrombin. Pemeriksaan laboratorium ini juga dapat dilakukan secara serial, yakni diulang beberapa kali setelah tenggang waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi perjalanan penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan hati.
Parameter biokimia hati
Beberapa parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda fungsi hati, antara lain sebagai berikut :
a. Aminotransferase (transaminase)
Parameter yang termasuk golongan enzim ini adalah aspartat aminotransferase (AST/SCOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Enzim-enzim ini merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya kerusakan sel hati dan sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati yang bersifat akut seperti hepatitis. Dengan demikian, peningkatan kadar enzim-enzim ini mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati. ALT merupakan enzim yang lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati dibandingkan AST.
ALT ditemukan terutama di hati, sedangkan enzim AST dapat ditemukan pada hati, otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak paru, sel darah putih, dan sel darah merah. Dengan demikian, jika hanya terjadi peningkatan kadar AST maka bisa saja yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lainnya yang mengandung AST. Pada sebagian besar penyakit hati yang akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Pada saat terjadi kerusakan jaringan dan sel-sel hati, kadar AST meningkat 5 kali nilai normal. ALT meningkat 1-3 kali nilai normal pada perlemakan hati, 3-10 kali nilai normal pada hepatitis kronis aktif dan lebih dari 20 kali nilai normal pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik.
b. Alkalin fosfatase (ALP)
Enzim ini ditemukan pada sel-sel hati yang berada di dekat saluran empedu. Peningkatan kadar ALP merupakan salah satu petunjuk adanya sumbatan atau hambatan pada saluran empedu. Peningkatan ALP dapat disertai dengan gejala warna kuning pada kulit, kuku, atau bagian putih bola mata.
c. Serum protein
Serum protein yang dihasilkan hati, antara lain albumin, globulin, dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum protein-protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosintesis hati. Penurunan kadar albumin menunjukan adanya gangguan fungsi sintesis hati. Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum porotein ini kurang sensitif digunakan sebagai indikator kerusakan sel hati. Kadar albumin kurang dari 3 g/L menjadi petunjuk perkembangan penyakit menjadi kronis (menahun).
Globulin merupakan protein yang membentuk gammaglobulin. Gammaglobulin meningkat pada penyakit hati kronik, seperti hepatitis kronis atau sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, seperti lg G, lg M, serta lg A. Masing-masing tipe sangat membantu dalam mengenali penyakit hati kronis tertentu.
Hampir semua faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati. Umur faktor-faktor pembekuan darah lebih singkat dibandingkan albumin, yaitu 5-6 hari sehingga pengukuran faktor-faktor pembekuan darah merupakan pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan albumin untuk menentukan fungsi sintesis hati. Terdapat lebih dari 13 jenis protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah satunya adalah protrombin. Adanya kelainan pada protein-protein pembekuan darah dapat dideteksi, terutama dengan menilai waktu protrombin. Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan protrombin menjadi trombin. Waktu protrombin tergantung pada fungsi sintesis hati dan asupan vitamin K. Kerusakan sel-sel hati akan memperpanjang waktu protrombin karena adanya gangguan pada sintesis protein-protein pembekuan darah. Dengan demikian, pada hepatitis dan sirosis, waktu protrombin memanjang.
d. Bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari pemecahan hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu dan di buang melalui feses. Bilirubin ditemukan di darah dalam dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sementara bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya, bilirubin direk yang meningkat hampir selalu menunjukkan adanya penyakit pada hati dan atau saluran empedu. Adapun nilai normal untuk masing-masing pemeriksaan laboratorium disajikan dalam Tabel 1.

2. Pemeriksaan serologi
Diagnosis mengenai jenis hepatitis merupakan hal yang penting karena akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Salah satu pemeriksaan hepatitis adalah pemeriksaan serologi, dilakukan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.
a. Diagnosis hepatitis A
Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboratorium adalah tes serologi untuk imunoglobulin M (lgM) terhadap virus hepatitis A. lgM antivirus hepatitis A positif pada saat awal gejala dan biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika telah terjadi penyembuhan, antibodi lgM akan menghilang dan akan muncul antibodi lgG. Adanya antibodi lgG menunjukkan bahwa penderita pernah terkena hepatitis A. Jika seseorang terkena hepatitis A maka pada pemeriksaan laboratorium ditemukan beberapa diagnosis berikut.
1) Serum lgM anti-VHA positif.
2) Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT, dan AST meningkat ringan.
3) Kadar alkalin fosfatase, gamma glutamil transferase, dan total bilirubin meningkat pada penderita yang kuning.
b. Diagnosis hepatitis B
Adapun diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
1) HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan material permukaan/kulit VHB, mengandung protein yang dibuat oleh sel hati yang terinfeksi VHB. Jika hasil tes HbsAg positif artinya individu tersebut terinfeksi VHB, menderita hepatitis B akut, karier. atau pun hepatitis B kronis. HbsAg positif setelah 6 minggu terinfeksi virus hepatitis B dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil menetap setelah lebih dari 6 bulan artinya hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau karier.
2) Anti-HBsAg (antibodi terhadap HbsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg yang menunjukkan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes antiHBsAg positif artinya individu itu telah mendapat vaksin VHB, atau pernah mendapat imunoglobulin, atau juga bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg yang positif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
3) HBeAg (antigen VHB) merupakan antigen e VHB yang berada di dalam darah. Bila positif menunjukkan virus sedang replikasi dan infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif menetap sampai 10 minggu akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang positif HbeAg dalam keadaan infeksius dan dapat menularkan penyakitnya baik terhadap orang lain, maupun ibu ke janinnya.
4) Anti-HBe (antibodi HBeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang dibentuk oleh tubuh. Apabila anti-HBeAg positif artinya VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
5) HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB yang berupa protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HBcAg positif menunjukkan keberadaan potein dari inti VHB.
6) Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap HBcAg dan cenderung menetap sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Antibodi ini ada dua tipe yaitu IgM anti-HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti-HBc tinggi artinya infeksi akut, IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc yang negatif menunjukkan infeksi kronis atau pernah terinfeksi VHB.
c. Diagnosis hepatitis C
Diagnosis hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai antibodi dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel virus dapat terlihat. Sekitar 30% pasien hepatitis C tidak dijumpai anti-HCV (antibodi terhadap VHC) yang positif pada 4 minggu pertama infeksi. Sementara sekitar 60% pasien positif anti-HCV setelah 5-8 minggu terinfeksi VHC dan beberapa individu bisa positif setelah 5-12 bulan. Sekitar 80% penderita hepatitis C menjadi kronis dan pada hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanine aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).
Pemeriksaan molekuler merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri atas dua jenis, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan dapat mendeteksi RNA VHC kurang dari 100 kopi per mililiter darah. Tes kualitatif dilakukan untuk konfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respon terapi.
Selain itu, tes ini juga berguna untuk pasien yang anti-HCV-nya negatif, tetapi dengan gejala klinis hepatitis C atau pasien hepatitis yang tidak teridentifikasi jenis virus penyebabnya. Adapun tes kuantitatif sendiri terbagi atas dua metode, yakni metode dengan teknik branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini dapat diketahui derajat viremia. Biopsi (pengambilan sedikit jaringan suatu organ) dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati.
B. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis hepatitis adalah USG (ultrasonografi). Fungsi USG adalah untuk mengetahui adanya kelainan pada organ dalam atau tidak. USG dilakukan terutama jika pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis. Sementara keluhan klinis dari pasien dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda sebaliknya. Misalnya, seorang pasien datang dengan keluhan sakit kuning, mual, malas makan, dan badan terasa lemas. Pada pemeriksaan fisik, dokter hanya menemukan kelainan berupa warna kuning pada kulit, kuku dan bola mata bagian putih pasien, dan tidak teraba adanya suatu pembesaran pada hati. Kemudian, pemeriksaan laboratorium awal menunjukkan kadar ALT dan AST yang tinggi. Dengan demikian, pada pasien tersebut dapat dilakukan pemeriksaan USG agar dapat lebih memastikan diagnosis mengenai kelainan hatinya.
Pemeriksaan USG pada kasus hepatitis dapat memberikan informasi mengenai pembesaran hati, gambaran jaringan hati secara umum, atau ada tidaknya sumbatan saluran empedu. Ukuran hati manusia bervariasi antara satu dengan lainnya sehingga terkadang dokter tidak menemukan adanya pembesaran hati. USG dapat membuktikan ada tidaknya pembesaran hati, yakni dari mengamatan tepi hati terlihat tumpul atau tidak. Tepi hati yang tumpul menunjukkan adanya pembesaran had. USG juga dapat melihat banyak tidaknya jaringan ikat (fibrosis). Selain itu, karena hepatitis merupakan proses peradangan maka pada USG densitas (kepadatan) hati terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan densitas ginjal yang terletak di bawahnya.
Pada keadaan normal, had dan ginjal mempunyai densitas yang sama. USG hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis. Pemeriksaan USG untuk hepatitis akut tidak akurat karena pada hepatitis akut, proses penyakit masih awal sehingga belum terjadi kerusakan jaringan. Pemeriksaan USG pun dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding, yakni diagnosis lain yang mungkin terkait kelainan hati, misalnya tumor had, abses hati, radang empedu, atau amubiasis hati (komplikasi infeksi amuba ke dalam hati sehingga terjadi abses hati).

Senin, 09 November 2015

Asuhan keperawatan Colic Abdomen




ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN COLIC  ABDOMEN

Untuk melengkapi tugas Keperawatan Kritis
Dosen : Pariyem S.kep,Ns




Nama Kelompok :
Deby Arjian
Dyah Yohana
Tyas Saputri
Mega Hari
Yudho Wahyu
Safitri Retno
Supriyanti


AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB NGAWI
T.A 2015/2016
1.   DEFINISI
      Colic Abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen (perut). Hal yang mendasari hal ini adalah infeksi pada organ di dalam perut (mencret, radang kandung empedu, radang kandung kemih), sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal). Pengobatan yang diberikan adalah penghilangan rasa sakit dan penyebab utama dari organ yang terlibat. Bila infeksi dari kandung kemih atau kandung empedu maka pemberian antibiotik, bila ada batu di kandung empedu maka operasi untuk angkat kandung empedu.
      Batu saluran kencing merupakan penyakit yang sering terjadi, yang menimbulkan rasa sakit hebat dan dapat berakibat kegagalan fungsi ginjal apabila tidak mendapat penanganan secara cepat dan tuntas.
2.   ETIOLOGI
      Mekanis
      a).  Adhesi / perlengketan pascah bedah ( 90% dari obstruksi mekanik )
      b).  Karsinoma
      c).  Volvulus
      d).  Intususepsi
      e).  Obstifasi
      f).  Polip
      g). Striktur
      Fungsional ( non mekanik )
      a).  Ileus Paralitik
      b).  Lesi medula spinalis
      c).  Enteritis regional
      d).  Ketidakseimbangan elektrolit
      e).  Uremia


3.   KLASIFIKASI
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
  1. Tipe kolesterol.
  2. Tipe pigmen empedu.
  3. Tipe campuran.
Batu kolesterol terjadi akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis ke larutan kolesterol dalam empedu.
Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik atau investasi E. Coli ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin.

4.   PATOFISIOLOGI
Colic abdome adalah gangguan pada aliran normal usus seoanjang traktus intestinal. Rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen. Hal yang mendasari adalah infeksi dalam organ perut (diare, radang kandung empedu, radang kandung kemih). Sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal). Akut abdomen yaitu suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang daari 24 jam. Colic abdomen terkait pada nyeri perut serta gejala seperti muntah, konstipasi, diare, dan gejala gastrointestinal yang spesifik. Pada kolik abdomen nyeri dapat berasal dari organ dalam abdomen, termasuk nyeri viseral. Dari otot lapisan dinding perut. Lokasi nyeri perut abdomen biasanya mengarah pada lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri tersebut. Walupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan perjalanan dari tempat lain. Oleh karena itu, nyeri yang dirasakan bisa merupakan lokasi dari nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.



5.   MANIFESTASI KLINIS
      1.   Mekanika sederhana – usus halus atas
 Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu    awal,
peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
      2.   Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus

minimal.
      3.   Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjad
muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
      4.   Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri

abdomen, distensi ringan dan diare.
     5.    Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi

sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat.
Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
6.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid

yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung

4. SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase
 
karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
5. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

7.   KOMPLIKASI
Gangren
Gangren adalah borok yang disebabkan karena kematian sel/jaringan. Gangren kandung
empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh infeksi pada organ-organ tersebut.
Sepsis
Sepsis adalah menyebarnya agen infeksi (misalnya bakteri) ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok, dimana tekanan darah turun.
Fistula
Fistula adalah saluran abnormal yang terbentuk antara dua organ. Batu empedu   mengerosi
dinding kandung empedu atau salurang empedu, menimbulkan saluran baru ke lambung,
usus dan rongga perut.
Peritonitis
Peritonitis adalah radang rongga perut, disebabkan karena rongga perut yang steril
terkontaminasi oleh cairan empedu melalui suatu fistula ke rongga perut.
Ileus
Ilues dapat terjadi karena batu menyumbat isi usus. Dapat terjadi bila batu berukuran cukup  besar.

8.   PENATALAKSANAAN MEDIS
    1.   Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
    2.   Terapi Na+, K+, komponen darah
    3.   Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
    4.   Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
    5.   Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan
         
selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
    6.   Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
    7.   Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus
         
paralitik atau infeksi.
    8.   Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
    9.   Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
    10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan   
         
reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.

1.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      DIAGNOSA KEPERAWATAN  DAN INTERVENSI
1)      Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses penyakit ditandai dengan nyeri perut , ekspresi wajah penderita berhati – hati dengan abdomen
Tujuan : setlah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam , diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil : 
1.      Klien mengatakan nyeri berkurang
2.       Ekspresi wajah klien tidak menyeringai

Inervensi
1.      Catat keluhan nyeri termasuk lokasi danlamanya
R/ nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri sebelumnya untuk membantu diagnosa
2.      Observasi TTV klien
R / untuk mengetahui perkembanganklien
3.      Kaji ulang faktor yang meningkatan dan mengrangi nyeri
R / membant dalam membuat diagnosa dan membuat terapi
4.      Bantu laukan tekni relaksasi
R /membantu menurunkan persepsi respon nyeri
5.      Kolaorasi dengan tim medis dalam pemberian teraipi
R / membantu proses penyembuhan
2)      Ansietas b/d kesehatan ditandai dengan klien erlihat gelisah
Tujuan : setlah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam ,diharapkan klien tidak cemas lagi
Kriteria hasil :
1.      Klien rileks
2.      Klien tidak gelisah
3.      Menunjukan pemecahan masalah 
                 

Intervensi
1.      Awasi respon fisiologis seperti takipnue
R / dapat menjadi indikasi derajat akut yang di alami pasien tetepai juga dapat berhubungan dengan kondisi fisikpasien
2.      Catat petunjuk perilaku seperti gelisah  kurang kontak mata
R / indikator derajat angkut
3.      Berikan pernyataan takut dan ansietas , berikan umpan balik
R / membantu pasienmenerimapeasaaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep
4.      Berikan pengetahuan pda keluarga klien
R / membantu menunjukan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri
5.      Kolaborasi tim medis pemberian terapi
R /untuk mempecepatt penyembuhan dan memberikan rasa tenang pada klien

3)      Resiko gangguan pemenuhan nutrisi b/d anoreksia di tandai dengan mual , muntah, dan nyeri perut
Tujuan :  setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam ,diharapkan klien tidak nyeri perut dan nutrisi klien terpnuhi
Kriteria hasil :
1.      Klien tidak merasa mual dan tidak ingin muntah
2.      Kien toleran terhadap makanannya
Intervensi
1.      Kaji dan observasi TTV klien
R / mengetahui perkembangan kien
2.      Anjurkan klien makan seikit tapi sering
R /agar isi lambung tidak kosong atau memperbaiki kondisi pencernaan klien
3.      Kolaboorasi dengan ti gizi dalampemberian diit
R / melakukan fungsi independen perawat








   
DAFTAR PUSTAKA
  • Marllyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, 2000
  • Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001
  • Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.