HB (HEMOGLOBIN)
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan
bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada
darah ditentukan oleh kadar Hemoglobin.
Nilai normal Hb :
Wanita 12-16 gr/dL
Pria 14-18 gr/dL
Anak 10-16 gr/dL
Bayi baru lahir 12-24gr/dL
Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan
pemberian cairan intra-vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu
dapat pula disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti antibiotika,
aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat antiradang).
Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif
menahun (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat
meningkatkan Hb yaitu metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi)
dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit
TROMBOSIT (PLATELET)
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi
perdarahan dan hambatan perm- bekuan darah. Jumlah normal pada tubuh
manusia adalah 200.000-400.ooo/Mel darah. Biasanya dikaitkan dengan
penyakit demam berdarah.
HEMATOKRIT (HMT)
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan
Iain-Iain) dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT
berarti konsentrasi darah makin kental. Hal ini terjadi karena adanya
perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari pembuluh darah sementara
jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih kental.Diagnosa DBD
(Demam Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.
Nilai normal HMT :
Anak 33 -38%
Pria dewasa 40 – 48 % Wanita dewasa 37 – 43 %
Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut
(kehilangan darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia,
leukemia, gagalginjal kronik, mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C,
kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak lambung).
Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia
(komplikasi pada kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan
Iain-Iain.
LEUKOSIT (SEL DARAH PUTIH)
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik
yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi
sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Nilai normal :
Bayi baru lahir 9000 -30.000 /mm3
Bayi/anak 9000 – 12.000/mm3
Dewasa 4000-10.000/mm3
Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya
proses infeksi atau radang akut,misalnya pneumonia (radang paru-paru),
meningitis (radang selaput otak), apendiksitis (radang usus buntu),
tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol,
antibiotika terutama ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin,
dan Iain-Iain.
Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi
tertentu terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu
juga dapat disebabkan obat-obatan, terutama asetaminofen
(parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika
(penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti
infeksi terutama yang disebabkan oleh bakter).
HITUNG JENIS LEUKOSIT (DIFERENTIAL COUNT)
Hitung jenis leukosit adalah penghitungan jenis leukosit yang ada dalam
darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah
leukosit.
Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan secara spesifik kejadian dan
proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi. Tipe leukosit
yang dihitung ada 5 yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan
limfosit. Salah satu jenis leukosit yang cukup besar, yaitu 2x besarnya
eritrosit (se! darah merah), dan mampu bergerak aktif dalam pembuluh
darah maupun di luar pembuluh darah. Neutrofil paling cepat bereaksi
terhadap radang dan luka dibanding leukosit yang lain dan merupakan
pertahanan selama fase infeksi akut.
Peningkatan jumlah neutrofil biasanya pada kasus infeksi akut, radang,
kerusakan jaringan, apendiksitis akut (radang usus buntu), dan
Iain-Iain.
Penurunan jumlah neutrofil terdapat pada infeksi virus, leukemia, anemia defisiensi besi, dan Iain-Iain.
EOSINOFIL
Eosinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang terlibatdalam alergi
dan infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan jumlahnya 1 – 2% dari
seluruh jumlah leukosit. Nilai normal dalam tubuh: 1 – 4%
Peningkatan eosinofil terdapat pada kejadian alergi, infeksi parasit,
kankertulang, otak, testis, dan ovarium. Penurunan eosinofil terdapat
pada kejadian shock, stres, dan luka bakar.
BASOFIL
Basofil adalah salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1% dari
seluruh jumlah leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang
seperti asma, alergi kulit, dan lain-lain.Nilai normal dalam tubuh: o
-1%
Peningkatan basofil terdapat pada proses inflamasi(radang), leukemia, dan fase penyembuhan infeksi.
Penurunan basofil terjadi pada penderita stres, reaksi hipersensitivitas (alergi), dan kehamilan
LIMPOSIT
Salah satu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan dan pembentukan antibodi. Nilai normal: 20 – 35% dari seluruh leukosit.
Peningkatan limposit terdapat pada leukemia limpositik, infeksi virus, infeksi kronik, dan Iain-Iain.
Penurunan limposit terjadi pada penderita kanker, anemia aplastik, gagal injal, dan Iain-Iain.
MONOSIT
Monosit merupakan salah satu leukosit yang berinti besar dengan ukuran
2x lebih besar dari eritrosit sel darah merah), terbesar dalam sirkulasi
darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Nilai normal dalam tubuh: 2 –
8% dari jumlah seluruh leukosit.
Peningkatan monosit terdapat pada infeksi virus,parasit (misalnya cacing), kanker, dan Iain-Iain.
Penurunan monosit terdapat pada leukemia limposit dan anemia aplastik.
ERITROSIT
Sel darah merah atau eritrosit berasal dari Bahasa Yunani yaitu erythros
berarti merah dan kytos yang berarti selubung. Eritrosit adalah jenis
se) darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan
tubuh. Sel darah merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya
dihancurkan. Pada orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki
kadar oksigen rendah maka cenderung memiliki sel darah merah lebih
banyak.
Nilai normal eritrosit :
Pria 4,6 – 6,2 jt/mm3
Wanita 4,2 – 5,4 jt/mm3
MASA PERDARAHAN
Pemeriksaan masa perdarahan ini ditujukan pada kadar trombosit,
dilakukan dengan adanya indikasi (tanda-tanda) riwayat mudahnya
perdarahan dalam keiuarga.
Nilai normal :
dengan Metode Ivy 3-7 menit
dengan Metode Duke 1-3 menit
Waktu perdarahan memanjang terjadi pada penderita trombositopeni
(rendahnya kadar trombosit hingga 50.000 mg/dl), ketidaknormalan fungsi
trombosit, ketidaknormalan pembuluh darah, penyakit hati tingkat berat,
anemia aplastik, kekurangan faktor pembekuan darah, dan leukemia. Selain
itu perpanjangan waktu perdarahan juga dapat disebabkan oleh obat
misalnya salisilat (obat kulit untuk anti jamur), obat antikoagulan
warfarin (anti penggumpalan darah), dextran, dan Iain-Iain.
MASA PEMBEKUAN
Merupakan pemeriksaan untuk melihat berapa lama diperlukan waktu untuk
proses pembekuan darah. Hal ini untuk memonitor penggunaan antikoagulan
oral (obat-obatan anti pembekuan darah). Jika masa pembekuan >2,5
kali nilai normal, maka potensial terjadi perdarahan.Normalnya darah
membeku dalam 4 – 8 menit (Metode Lee White).
Penurunan masa pembekuan terjadi pada penyakit infark miokard (serangan
jantung), emboli pulmonal (penyakit paru-paru), penggunaan pil KB,
vitamin K, digitalis (obat jantung), diuretik (obat yang berfungsi
mengeluarkan air, misal jika ada pembengkakan).
Perpanjangan masa pembekuan terjadi pada penderita penyakit hati,
kekurangan faktor pembekuan darah, leukemia, gagal jantung kongestif.
LAJU ENDAP DARAH (LED)
LED untuk mengukur kecepatan endap eritrosit (sel darah merah) dan
menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit
(sel darah merah) dan plasma. LED dapat digunakan sebagai sarana
pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit, terutama pada
penyakit kronis seperti Arthritis Rheumatoid (rematik), dan TBC.
Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik
(menyeluruh), trauma, kehamilan trimester II dan III, infeksi kronis,
kanker, operasi, luka bakar.Penurunan LED terjadi pada gagal jantung
kongestif, anemia sel sabit, kekurangan faktor pembekuan, dan angina
pektoris (serangan jantung).Selain itu penurunan LED juga dapat
disebabkan oleh penggunaan obat seperti aspirin, kortison, quinine,
etambutol.
G6PD (GLUKOSA 6 PHOSFAT DEHIDROGENASE)
Merupakan pemeriksaan sejenis enzim dalam sel darah merah untuk melihat
kerentanan seseorang terhadap anemia hemolitika. Kekurangan G6PD
merupakan kelainan genetik terkait gen X yang dibawa kromosom wanita.
Nilai normal dalam darah yaitu G6PD negatif
Penurunan G6PD terdapat pada anemia hemolitik, infeksi bakteri, infeksi virus, diabetes asidosis.
Peningkatan G6PD dapat juga terjadi karena obat-obatan seperti aspirin, asam askorbat (vitamin C) vitamin K, asetanilid.
BMP (BONE MARROW PUNCTION)
Pemeriksaan mikroskopis sumsum tulang untuk menilai sifat dan aktivitas
hemopoetiknya (pembentukan sel darah). Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita leukemia.
Nilai normal rasio M-E (myeloid-eritrosit) atau perbandingan antara
leukosit berinti dengan eritrosit berinti yaitu 3 :1 atau 4 :1
HEMOSIDERIN/FERITIN
Hemosiderin adalah cadangan zat besi dalam tubuh yang diperlukan untuk
pembentukan hemoglobin. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ada
tidaknya kekurangan zat besi dalam tubuh yang mengarah ke risiko
menderita anemia.
PEMERIKSAAN ALKOHOL DALAM PLASMA
Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya intoksikasi alkohol (keracunan
alkohol) dan dilakukan untuk kepentingan medis dan hukum. Peningkatan
alkohol darah melebihi 100 mg/dl tergolong dalam intoksikasi alkohol
sedang berat dan dapat terjadi pada peminum alkohol kronis, sirosis
hati, malnutrisi, kekurangan asam folat, pankreatitis akut (radang
pankreas), gastritis (radang lambung), dan hipo-glikemia (rendahnya
kadar gula dalam darah).
PEMERIKSAAN TOLERANSI LAKTOSA
Laktosa adalah gula sakarida yang banyak ditemukan dalam produk susu dan
olahannya. Laktosa oleh enzim usus akan diubah menjadi glukosa dan
galaktosa. Penumpukan laktosa dalam usus dapat terjadi karena kekurangan
enzim laktase, sehingga menimbulkan diare, kejang abdomen (kejang
perut), dan flatus (kentut) terus-menerus, hal ini disebut intoleransi
laktosa. dalam jumlah besar kemudian diperiksa kadar gula darah .
Apabila nilai glukosa darah sewaktu >20 mg/dl dari nilai gula darah
puasa berarti laktosa diubah menjadi glukosa atau toleransi laktosa, dan
apabila glukosa sewaktu <20 mg/dl dari kadar gula darah puasa,
berarti terjadi intoleransi glukosa. Sebaiknya menghindari konsumsi
produk susu. Hal ini dapat diatasi dengan sedikit demi sedikit
membiasakan konsumsi produk susu.
Nilai normal :
dalam plasma < 0,5 mg/dl
dalam urin 12-40 mg/dl
LDH (LAKTAT DEHIDROGENASE)
Merupakan salah satu enzim yang melepas hidrogen, dan tersebar luas pada
jaringan terutama ginjal, rangka, hati, dan otot jantung.
Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat
sampai puncaknya 24-48 jam setelah infark miokard (serangan jantung)
dan tetap normal 1-3 minggu kemudian. Nilai normal: 80 – 240 U/L
SGOT (SERUM GLUTAMIK OKSOLOASETIKNTRANSAMINASE)
Merupakan enzim transaminase, yang berada pada serum dan jaringan
terutama hati dan jantung. Pelepasan SGOT yang tinggi dalam serum
menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan jantung dan hati.
Nilai normal :
Pria s.d.37 U/L
Wanita s.d. 31 U/L
Pemeriksan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya intoleransi laktosa dengan cara memberi minum laktosa
Peningkatan SGOT <3x normal = terjadi karena radang otot jantung, sirosis hepatis, infark paru, dan Iain-lain.
Peningkatan SGOT 3-5X normal = terjadi karena sumbatan saluran empedu, gagal jantung kongestif, tumor hati, dan Iain-lain.
Peningkatan SGOT >5x normal = kerusakan sei-sel hati, infark miokard
(serangan jantung), pankreatitis akut (radang pankreas), dan Iain-lain.
SGPT (SERUM GLUTAMIK PYRUVIK TRANSAMINASE)
Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam
jaringan tubuh terutama hati. Peningkatan dalam serum darah menunjukkan
adanya trauma atau kerusakan hati.
Nilai normal :
Pria sampai dengan 42 U/L
Wanita sampai dengan 32 U/L
Peningkatan >20x normal terjadi pada hepatitis virus, hepatitis toksis.
Peningkatan 3 – 10x normal terjadi pada infeksi mond nuklear, hepatitis kronik aktif, infark miokard (serangan jantung).
Peningkatan 1 – 3X normal terjadi pada pankreatitis, sirosis empedu.
ASAM URAT
Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin (bagian penting dari
asam nukleat pada DNA dan RNA).Purin terdapat dalam makanan antara lain:
daging, jeroan, kacang-kacangan, ragi, melinjo dan hasil olahannya.
Pergantian purin dalam tubuh berlangsung terus-menerus dan menghasilkan
banyak asam urat walaupun tidak ada input makanan yang mengandung asam
urat.
Asam urat sebagian besar diproduksi di hati dan diangkut ke ginjal.
Asupan purin normal melalui makanan akan menghasilkan 0,5 -1 gr/hari.
Peningkatan asam urat dalam serum dan urin bergantung pada fungsi
ginjal, metabolisme purin, serta asupan dari makanan. Asam urat dalam
urin akan membentuk kristal/batu dalam saluran kencing. Beberapa
individu dengan kadar asam urat >8mg/dl sudah ada keluhan dan
memerlukan pengobatan.
Nilai normal :
Pria 3,4 – 8,5 mg/dl (darah)
Wanita 2,8 – 7,3 mg/dl (darah)
Anak 2,5 – 5,5 mg/dl (darah)
Lansia 3,5 – 8,5 mg/dl (darah)
Dewasa 250 – 750 mg/24 jam (urin)
Peningkatan kadar asam urat terjadi pada alkoholik, leukemia, penyebaran
kanker, diabetes mellitus berat, gagal ginjal, gagal jantung kongestif,
keracunan timah hitam, malnutrisi, latihan yang berat. Selain itu juga
dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya asetaminofen, vitamin
C,aspirin jangka panjang,diuretik.
Penurunan asam urat terjadi pada anemia kekurangan asam folat, luka
bakar, kehamilan, dan Iain-Iain. Obat-obat yang dapat menurunkan asam
urat adalah allopurinol, probenesid, dan Iain-Iain.
KREATININ
Merupakan produk akhir metabolisme kreatin otot dan kreatin fosfat
(protein) diproduksi dalam hati. Ditemukan dalam otot rangka dan darah,
dibuang melalui urin. Peningkatan dalam serum tidak dipengaruhi oleh
asupan makanan dan cairan.
Nilai normal dalam darah :
Pria 0,6 – 1,3 mg/dl
Wanita 0,5 – 0,9 mg/dl
Anak 0,4 -1,2 mg/dl
Bayi 0,7 -1,7 mg/dl
Bayi baru lahir 0,8 -1,4 mg/dl
Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan adanya penurunan fungsi
ginjal dan penyusutan massa otot rangka. Hal ini dapat terjadi pada
penderita gagal ginjal, kanker, konsumsi daging sapi tinggi, serangan
jantung. Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin nyaitu
vitamin C, antibiotik golongan sefalosporin,aminoglikosid, dan
Iain-Iain.
BUN (BLOOD UREA NITROGEN)
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati. Pada orang normal, ureum dikeluarkan melalui urin.
Nilai normal :
Dewasa 5-25 mg/dl
Anak 5-20 mg/dl
Bayi 5-15 mg/dl
Rasio nitrogen urea dan kreatinin = 12 :1 – 20 :1
PEMERIKSAAN TRIGLISERIDA
Merupakan senyawa asam lemak yang diproduksi dari karbohidrat dan
disimpan dalam bentuk lemak hewani. Trigliserida ini merupakan penyebab
utama penyakit penyumbatan arteri dibanding kolesterol.
Nilai normal :
Bayi 5-4o mg/dl
Anak 10-135 mg/dl
Dewasa muda s/dl50 mg/dl
Tua (>50 tahun) s/d 190 mg/dl
Penurunan kadartrigliserid serum dapatterjadi karena malnutrisi protein,
kongenital (kelainan sejak lahir). Obat-obatan yang dapat menurunkan
trigliserida yaitu asam askorbat (vitamin C), metformin (obata anti
diabetik oral).
Peningkatan kadar trigliserida terjadi pada hipertensi (penyakit darah
tinggi), sumbatan pembuluh darah otak,diabetes mellitus tak terkontrol,
diet tinggi karbohidrat, kehamilan. Dari golongan obat, yang dapat
meningkatkan trigliserida yakni pil KB terutama estrogen.
Deteksi Hepatitis
” Gejala secara fisik seperti perubahan warna kulit dan kornea mata yang
kekuningan masih berupa indikasi awal. Agar mendapat kepastian adanya
penyakit hepatitis maka perlu uji laboratorium “.
pengobatan hepatitis dapat dilakukan dengan tepat jika diagnosis yang
dilakukan juga tepat. Dokter dapat menentukan diagnosis suatu penyakit
berdasarkan beberapa aspek, seperti anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti
USG, sinar X, CT scan, atau MRI.
Anamnesis merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan
anamnesis adalah dokter dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan
gejala penyakit yang dirasakan pasien, hal-hal yang diperkirakan sebagai
penyebab penyakit, dan hal-hal lain yang akan mempengaruhi perjalanan
penyakit atau proses pengobatan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk
melihat dan menilai adanya kelainan atau gangguan pada tubuh pasien,
baik terkait keluhannya ataupun tidak. Sering kali ditemukan gangguan
atau kelainan pada saat pemeriksaan fisik yang pasien sendiri pun tidak
merasa atau mengetahuinya. Pemeriksaan laboratorium berguna antara lain
untuk membantu memastikan diagnosis karena beberapa penyakit dapat
memberikan keluhan dan gejala yang sama serta menilai fungsi organ.
Sementara pemeriksaan penunjang berguna antara lain untuk menentukan
dengan tepat letak kelainan pada tubuh bagian dalam atau menilai derajat
suatu penyakit.
A. Pemeriksaan Laboratorium penyakit Hepatitis
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap hepatitis
dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengetahui penyebab hepatitis, dan
menilai fungsi hati. Secara garis besar, pemeriksaan laboratorium untuk
hepatitis dibedakan atas dua macam, yaitu tes serologi dan biokimia
hati.
Tes serologi dilakukan dengan cara memeriksa kadar antigen maupun
antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk
memastikan diagnosis hepatitis serta mengetahui jenis virus penyebabnya.
Sementara tes biokimia hati dilakukan dengan cara memeriksa sejumlah
parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan atau diproses oleh
jaringan hati. Tes biokimia hati dapat menggambarkan derajat keparahan
atau kerusakan sel sehingga dapat menilai fungsi hati.
Hati yang sehat memiliki fungsi yang sangat beragam. Demikian pula
penyakit yang dapat mengganggu fungsi hati dan kelainan biokimia hati
yang bervariasi pula. Pemeriksaan fungsi hati yang hanya menggunakan
satu jenis parameter saja, misalnya aspartat aminotransferase
(AST/SCOT), kurang dapat dipercaya untuk dijadikan acuan dalam
menentukan fungsi hati. Penderita penyakit hati secara umum, termasuk
hepatitis, akan diperiksa darahnya untuk beberapa jenis pemeriksaan
parameter biokimia, seperti AST, ALT (alanin aminotransferase), alkalin
fosfatase, bilirubin, albumin, dan juga waktu protrombin. Pemeriksaan
laboratorium ini juga dapat dilakukan secara serial, yakni diulang
beberapa kali setelah tenggang waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk
mengevaluasi perjalanan penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan hati.
Parameter biokimia hati
Beberapa parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda fungsi hati, antara lain sebagai berikut :
a. Aminotransferase (transaminase)
Parameter yang termasuk golongan enzim ini adalah aspartat
aminotransferase (AST/SCOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT).
Enzim-enzim ini merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya
kerusakan sel hati dan sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit
pada hati yang bersifat akut seperti hepatitis. Dengan demikian,
peningkatan kadar enzim-enzim ini mencerminkan adanya kerusakan sel-sel
hati. ALT merupakan enzim yang lebih dipercaya dalam menentukan adanya
kerusakan sel hati dibandingkan AST.
ALT ditemukan terutama di hati, sedangkan enzim AST dapat ditemukan pada
hati, otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak paru, sel darah
putih, dan sel darah merah. Dengan demikian, jika hanya terjadi
peningkatan kadar AST maka bisa saja yang mengalami kerusakan adalah
sel-sel organ lainnya yang mengandung AST. Pada sebagian besar penyakit
hati yang akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Pada
saat terjadi kerusakan jaringan dan sel-sel hati, kadar AST meningkat 5
kali nilai normal. ALT meningkat 1-3 kali nilai normal pada perlemakan
hati, 3-10 kali nilai normal pada hepatitis kronis aktif dan lebih dari
20 kali nilai normal pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik.
b. Alkalin fosfatase (ALP)
Enzim ini ditemukan pada sel-sel hati yang berada di dekat saluran
empedu. Peningkatan kadar ALP merupakan salah satu petunjuk adanya
sumbatan atau hambatan pada saluran empedu. Peningkatan ALP dapat
disertai dengan gejala warna kuning pada kulit, kuku, atau bagian putih
bola mata.
c. Serum protein
Serum protein yang dihasilkan hati, antara lain albumin, globulin, dan
faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum protein-protein tersebut
dilakukan untuk mengetahui fungsi biosintesis hati. Penurunan kadar
albumin menunjukan adanya gangguan fungsi sintesis hati. Namun karena
usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum porotein ini kurang
sensitif digunakan sebagai indikator kerusakan sel hati. Kadar albumin
kurang dari 3 g/L menjadi petunjuk perkembangan penyakit menjadi kronis
(menahun).
Globulin merupakan protein yang membentuk gammaglobulin. Gammaglobulin
meningkat pada penyakit hati kronik, seperti hepatitis kronis atau
sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, seperti lg G, lg M,
serta lg A. Masing-masing tipe sangat membantu dalam mengenali penyakit
hati kronis tertentu.
Hampir semua faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati. Umur
faktor-faktor pembekuan darah lebih singkat dibandingkan albumin, yaitu
5-6 hari sehingga pengukuran faktor-faktor pembekuan darah merupakan
pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan albumin untuk menentukan fungsi
sintesis hati. Terdapat lebih dari 13 jenis protein yang terlibat dalam
pembekuan darah, salah satunya adalah protrombin. Adanya kelainan pada
protein-protein pembekuan darah dapat dideteksi, terutama dengan menilai
waktu protrombin. Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan
protrombin menjadi trombin. Waktu protrombin tergantung pada fungsi
sintesis hati dan asupan vitamin K. Kerusakan sel-sel hati akan
memperpanjang waktu protrombin karena adanya gangguan pada sintesis
protein-protein pembekuan darah. Dengan demikian, pada hepatitis dan
sirosis, waktu protrombin memanjang.
d. Bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari pemecahan
hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu dan di buang
melalui feses. Bilirubin ditemukan di darah dalam dua bentuk, yaitu
bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air
dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sementara bilirubin indirek tidak
larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan
penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Peningkatan bilirubin indirek
jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya, bilirubin direk yang
meningkat hampir selalu menunjukkan adanya penyakit pada hati dan atau
saluran empedu. Adapun nilai normal untuk masing-masing pemeriksaan
laboratorium disajikan dalam Tabel 1.
2. Pemeriksaan serologi
Diagnosis mengenai jenis hepatitis merupakan hal yang penting karena
akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Salah satu pemeriksaan
hepatitis adalah pemeriksaan serologi, dilakukan untuk mengetahui jenis
virus penyebab hepatitis.
a. Diagnosis hepatitis A
Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboratorium adalah tes
serologi untuk imunoglobulin M (lgM) terhadap virus hepatitis A. lgM
antivirus hepatitis A positif pada saat awal gejala dan biasanya
disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase
(ALT/SGPT). Jika telah terjadi penyembuhan, antibodi lgM akan menghilang
dan akan muncul antibodi lgG. Adanya antibodi lgG menunjukkan bahwa
penderita pernah terkena hepatitis A. Jika seseorang terkena hepatitis A
maka pada pemeriksaan laboratorium ditemukan beberapa diagnosis
berikut.
1) Serum lgM anti-VHA positif.
2) Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT, dan AST meningkat ringan.
3) Kadar alkalin fosfatase, gamma glutamil transferase, dan total bilirubin meningkat pada penderita yang kuning.
b. Diagnosis hepatitis B
Adapun diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
1) HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan material
permukaan/kulit VHB, mengandung protein yang dibuat oleh sel hati yang
terinfeksi VHB. Jika hasil tes HbsAg positif artinya individu tersebut
terinfeksi VHB, menderita hepatitis B akut, karier. atau pun hepatitis B
kronis. HbsAg positif setelah 6 minggu terinfeksi virus hepatitis B dan
menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil menetap setelah lebih dari 6 bulan
artinya hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau karier.
2) Anti-HBsAg (antibodi terhadap HbsAg) merupakan antibodi terhadap
HbsAg yang menunjukkan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini
memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes
antiHBsAg positif artinya individu itu telah mendapat vaksin VHB, atau
pernah mendapat imunoglobulin, atau juga bayi yang mendapat kekebalan
dari ibunya. Anti-HbsAg yang positif pada individu yang tidak pernah
mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan individu tersebut pernah
terinfeksi VHB.
3) HBeAg (antigen VHB) merupakan antigen e VHB yang berada di dalam
darah. Bila positif menunjukkan virus sedang replikasi dan infeksi terus
berlanjut. Apabila hasil positif menetap sampai 10 minggu akan
berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang positif HbeAg dalam
keadaan infeksius dan dapat menularkan penyakitnya baik terhadap orang
lain, maupun ibu ke janinnya.
4) Anti-HBe (antibodi HBeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg
yang dibentuk oleh tubuh. Apabila anti-HBeAg positif artinya VHB dalam
keadaan fase non-replikatif.
5) HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB yang
berupa protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HBcAg
positif menunjukkan keberadaan potein dari inti VHB.
6) Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan
antibodi terhadap HBcAg dan cenderung menetap sampai berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Antibodi ini ada dua tipe yaitu IgM anti-HBc dan
IgG anti-HBc. IgM anti-HBc tinggi artinya infeksi akut, IgG anti-HBc
positif dengan IgM anti-HBc yang negatif menunjukkan infeksi kronis atau
pernah terinfeksi VHB.
c. Diagnosis hepatitis C
Diagnosis hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk
menilai antibodi dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel virus
dapat terlihat. Sekitar 30% pasien hepatitis C tidak dijumpai anti-HCV
(antibodi terhadap VHC) yang positif pada 4 minggu pertama infeksi.
Sementara sekitar 60% pasien positif anti-HCV setelah 5-8 minggu
terinfeksi VHC dan beberapa individu bisa positif setelah 5-12 bulan.
Sekitar 80% penderita hepatitis C menjadi kronis dan pada hasil
pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanine aminotransferase (ALT)
dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).
Pemeriksaan molekuler merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi RNA
VHC. Tes ini terdiri atas dua jenis, yaitu kualitatif dan kuantitatif.
Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan
dapat mendeteksi RNA VHC kurang dari 100 kopi per mililiter darah. Tes
kualitatif dilakukan untuk konfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah)
dan juga menilai respon terapi.
Selain itu, tes ini juga berguna untuk pasien yang anti-HCV-nya negatif,
tetapi dengan gejala klinis hepatitis C atau pasien hepatitis yang
tidak teridentifikasi jenis virus penyebabnya. Adapun tes kuantitatif
sendiri terbagi atas dua metode, yakni metode dengan teknik
branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif
berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes
kuantitatif ini dapat diketahui derajat viremia. Biopsi (pengambilan
sedikit jaringan suatu organ) dilakukan untuk mengetahui derajat dan
tipe kerusakan sel-sel hati.
B. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
hepatitis adalah USG (ultrasonografi). Fungsi USG adalah untuk
mengetahui adanya kelainan pada organ dalam atau tidak. USG dilakukan
terutama jika pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis. Sementara
keluhan klinis dari pasien dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan
tanda sebaliknya. Misalnya, seorang pasien datang dengan keluhan sakit
kuning, mual, malas makan, dan badan terasa lemas. Pada pemeriksaan
fisik, dokter hanya menemukan kelainan berupa warna kuning pada kulit,
kuku dan bola mata bagian putih pasien, dan tidak teraba adanya suatu
pembesaran pada hati. Kemudian, pemeriksaan laboratorium awal
menunjukkan kadar ALT dan AST yang tinggi. Dengan demikian, pada pasien
tersebut dapat dilakukan pemeriksaan USG agar dapat lebih memastikan
diagnosis mengenai kelainan hatinya.
Pemeriksaan USG pada kasus hepatitis dapat memberikan informasi mengenai
pembesaran hati, gambaran jaringan hati secara umum, atau ada tidaknya
sumbatan saluran empedu. Ukuran hati manusia bervariasi antara satu
dengan lainnya sehingga terkadang dokter tidak menemukan adanya
pembesaran hati. USG dapat membuktikan ada tidaknya pembesaran hati,
yakni dari mengamatan tepi hati terlihat tumpul atau tidak. Tepi hati
yang tumpul menunjukkan adanya pembesaran had. USG juga dapat melihat
banyak tidaknya jaringan ikat (fibrosis). Selain itu, karena hepatitis
merupakan proses peradangan maka pada USG densitas (kepadatan) hati
terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan densitas ginjal yang
terletak di bawahnya.
Pada keadaan normal, had dan ginjal mempunyai densitas yang sama. USG
hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis.
Pemeriksaan USG untuk hepatitis akut tidak akurat karena pada hepatitis
akut, proses penyakit masih awal sehingga belum terjadi kerusakan
jaringan. Pemeriksaan USG pun dapat digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding, yakni diagnosis lain yang mungkin terkait kelainan
hati, misalnya tumor had, abses hati, radang empedu, atau amubiasis hati
(komplikasi infeksi amuba ke dalam hati sehingga terjadi abses hati).
Rabu, 11 November 2015
Senin, 09 November 2015
Asuhan keperawatan Colic Abdomen
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN COLIC ABDOMEN
Untuk
melengkapi tugas Keperawatan Kritis
Dosen :
Pariyem S.kep,Ns
Nama
Kelompok :
Deby
Arjian
Dyah
Yohana
Tyas
Saputri
Mega Hari
Yudho
Wahyu
Safitri
Retno
Supriyanti
|
AKADEMI
KEPERAWATAN PEMKAB NGAWI
T.A
2015/2016
1. DEFINISI
Colic Abdomen adalah rasa
nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ yang
terdapat dalam abdomen (perut). Hal yang mendasari hal ini adalah infeksi pada
organ di dalam perut (mencret, radang kandung empedu, radang kandung kemih),
sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal). Pengobatan yang diberikan
adalah penghilangan rasa sakit dan penyebab utama dari organ yang terlibat.
Bila infeksi dari kandung kemih atau kandung empedu maka pemberian antibiotik,
bila ada batu di kandung empedu maka operasi untuk angkat kandung empedu.
Batu saluran kencing merupakan penyakit yang sering terjadi, yang menimbulkan rasa sakit hebat dan dapat berakibat kegagalan fungsi ginjal apabila tidak mendapat penanganan secara cepat dan tuntas.
Batu saluran kencing merupakan penyakit yang sering terjadi, yang menimbulkan rasa sakit hebat dan dapat berakibat kegagalan fungsi ginjal apabila tidak mendapat penanganan secara cepat dan tuntas.
2. ETIOLOGI
Mekanis
a). Adhesi / perlengketan pascah bedah ( 90% dari obstruksi mekanik )
b). Karsinoma
c). Volvulus
d). Intususepsi
e). Obstifasi
f). Polip
g). Striktur
a). Adhesi / perlengketan pascah bedah ( 90% dari obstruksi mekanik )
b). Karsinoma
c). Volvulus
d). Intususepsi
e). Obstifasi
f). Polip
g). Striktur
Fungsional ( non mekanik )
a). Ileus Paralitik
b). Lesi medula spinalis
c). Enteritis regional
d). Ketidakseimbangan elektrolit
e). Uremia
a). Ileus Paralitik
b). Lesi medula spinalis
c). Enteritis regional
d). Ketidakseimbangan elektrolit
e). Uremia
3. KLASIFIKASI
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3
tipe, yaitu :
- Tipe kolesterol.
- Tipe pigmen empedu.
- Tipe campuran.
Batu kolesterol terjadi akibat
gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas
nilai kritis ke larutan kolesterol dalam empedu.
Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik atau investasi E. Coli ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin.
Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik atau investasi E. Coli ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin.
4. PATOFISIOLOGI
Colic
abdome adalah gangguan pada aliran normal usus seoanjang traktus intestinal.
Rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ yang
terdapat dalam abdomen. Hal yang mendasari adalah infeksi dalam organ perut
(diare, radang kandung empedu, radang kandung kemih). Sumbatan dari organ perut
(batu empedu, batu ginjal). Akut abdomen yaitu suatu kegawatan abdomen yang
dapat terjadi karena masalah nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan
berlangsung kurang daari 24 jam. Colic abdomen terkait pada nyeri perut serta
gejala seperti muntah, konstipasi, diare, dan gejala gastrointestinal yang
spesifik. Pada kolik abdomen nyeri dapat berasal dari organ dalam abdomen,
termasuk nyeri viseral. Dari otot lapisan dinding perut. Lokasi nyeri perut
abdomen biasanya mengarah pada lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri
tersebut. Walupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan perjalanan dari
tempat lain. Oleh karena itu, nyeri yang dirasakan bisa merupakan lokasi dari
nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.
5. MANIFESTASI KLINIS
1. Mekanika sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal,
peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus
minimal.
3. Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjad muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi
sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat.
Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal,
peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus
minimal.
3. Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjad muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi
sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat.
Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar x
abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung
4. SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase
karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
5. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung
4. SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase
karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
5. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
7. KOMPLIKASI
Gangren
Gangren adalah borok yang disebabkan karena kematian sel/jaringan. Gangren
kandung
empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh infeksi pada organ-organ tersebut.
empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh infeksi pada organ-organ tersebut.
Sepsis
Sepsis adalah menyebarnya agen infeksi (misalnya bakteri) ke seluruh tubuh
melalui
peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok, dimana tekanan darah turun.
peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok, dimana tekanan darah turun.
Fistula
Fistula adalah saluran abnormal yang terbentuk antara dua organ. Batu
empedu mengerosi
dinding kandung empedu atau salurang empedu, menimbulkan saluran baru ke lambung,
usus dan rongga perut.
dinding kandung empedu atau salurang empedu, menimbulkan saluran baru ke lambung,
usus dan rongga perut.
Peritonitis
Peritonitis adalah radang rongga perut, disebabkan karena rongga perut yang
steril
terkontaminasi oleh cairan empedu melalui suatu fistula ke rongga perut.
Ileus
Ilues dapat terjadi karena batu menyumbat isi usus. Dapat terjadi bila batu
berukuran cukup besar.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
2. Terapi Na+, K+, komponen darah
3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan
selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus
paralitik atau infeksi.
8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan
reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
2. Terapi Na+, K+, komponen darah
3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan
selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus
paralitik atau infeksi.
8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan
reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1) Gangguan
rasa nyaman nyeri b/d proses penyakit ditandai dengan nyeri perut , ekspresi
wajah penderita berhati – hati dengan abdomen
Tujuan
: setlah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam , diharapkan nyeri berkurang
Kriteria
hasil :
1. Klien
mengatakan nyeri berkurang
2. Ekspresi wajah klien tidak menyeringai
Inervensi
1. Catat
keluhan nyeri termasuk lokasi danlamanya
R/
nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri
sebelumnya untuk membantu diagnosa
2. Observasi
TTV klien
R
/ untuk mengetahui perkembanganklien
3. Kaji
ulang faktor yang meningkatan dan mengrangi nyeri
R
/ membant dalam membuat diagnosa dan membuat terapi
4. Bantu
laukan tekni relaksasi
R
/membantu menurunkan persepsi respon nyeri
5. Kolaorasi
dengan tim medis dalam pemberian teraipi
R
/ membantu proses penyembuhan
2) Ansietas
b/d kesehatan ditandai dengan klien erlihat gelisah
Tujuan
: setlah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam ,diharapkan klien tidak cemas
lagi
Kriteria
hasil :
1. Klien
rileks
2. Klien
tidak gelisah
3. Menunjukan
pemecahan masalah
Intervensi
1. Awasi
respon fisiologis seperti takipnue
R
/ dapat menjadi indikasi derajat akut yang di alami pasien tetepai juga dapat
berhubungan dengan kondisi fisikpasien
2. Catat
petunjuk perilaku seperti gelisah kurang
kontak mata
R
/ indikator derajat angkut
3. Berikan
pernyataan takut dan ansietas , berikan umpan balik
R
/ membantu pasienmenerimapeasaaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas
kesalahan konsep
4. Berikan
pengetahuan pda keluarga klien
R
/ membantu menunjukan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri
5. Kolaborasi
tim medis pemberian terapi
R
/untuk mempecepatt penyembuhan dan memberikan rasa tenang pada klien
3) Resiko
gangguan pemenuhan nutrisi b/d anoreksia di tandai dengan mual , muntah, dan
nyeri perut
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan
2x24 jam ,diharapkan klien tidak nyeri perut dan nutrisi klien terpnuhi
Kriteria
hasil :
1. Klien
tidak merasa mual dan tidak ingin muntah
2. Kien
toleran terhadap makanannya
Intervensi
1. Kaji
dan observasi TTV klien
R
/ mengetahui perkembangan kien
2. Anjurkan
klien makan seikit tapi sering
R
/agar isi lambung tidak kosong atau memperbaiki kondisi pencernaan klien
3. Kolaboorasi
dengan ti gizi dalampemberian diit
R
/ melakukan fungsi independen perawat
DAFTAR
PUSTAKA
- Marllyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, 2000
- Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001
- Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Langganan:
Postingan (Atom)