Minggu, 21 Desember 2014

Keperawatan Profesional ( semoga bermanfaat )



KEPERAWATAN PROFESIONAL
Dosen : R nisa’
Semester 3
Data :
1 Sasaran pelayanan kesehatan
2. Issue legal dalam keperawatan berkaitan dengan hak pasien
3. ASPEK HUKUM DAN REGULASI PRAKTIK KEPERAWATAN
4. Politik dan Pembuatan Kebijakan dalam Kesehatan dan Keperawatan



SASARAN PELAYANAN KESEHATAN
Sasaran pelayanan keperawatan adalah individu,keluarga, dan masyarakat, baik yan sakit maupun yan sehat
1.      Individu sebagai sasaran pelayanan keperawatan
Individu yang menjadi sasaran pelayanan keperawatan adalah individu yang dianggap sebagai mahluk bio-psiko-sosial-spiritual.
2.      Individu sebagai mahluk biologis
Biologis bersal dari bahasa yunani yang terdiri dari bios dan logos. Bios artinya hidup sehingga dapat diartikan individu adalah mahluk hidup yang tumbuh dan berkembang. Sebagi mahluk hidup individu mempunyai ciri ciri sebagai berikut
v  Terdiri dari susunan sel sel hidup yang membentuk satu kesatuan yang utuh dan pertumbuhannya sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu,
a)      Faktor lingkungan meliputi faktor ideologi,politik,ekonomi,budaya dan agama
b)      Faktor sosial meluputi sosialisasi keluarga, kawan sejawat ,pendidikan dll
c)      Faktor fisik meliputi geografis,iklim dan cuaca
d)     Faktor fisiologis meliputi genetik,neurologis,kelenjar dll
e)      Faktor psikodinamik meliputi pribadi, konsep diri, cita-cita dll
f)       Spiritual meliputi pandangan,dorongan hidup,dan nilai hidup
v  Mempunyai kebutuhan agar tetap hidup
a)      Kebutuhan dasar menurut maslow
·         Kebutuhanfisiologis
·         Kebutuhan rasa aman
·         Kebutuhan akan dicintai
·         Kebutuhan akan harga diri
·         Kebutuhan akan aktualisasi diri
Dalam implementasinya kebutuhan tersebut harus seimbang dengan lingkungan. Apabila keseimbangan tidak dapat dicapai akan menyebabkan kondisi stress dan sakit.
b)      Kebutuhan dasar individu menurut Laird dan laird
·         Kebutuhan untuk hidup
·         Kebutuhan merasa aman
·         Kebutuhan untuk bertingkah laku sosial
·         Kebutuhan untuk dihargai
·         Kebutuhan untuk mendapatkan pekerjaan yang disenangi
c)      Kebutuhan dasar individu menurut Sc.kohn
·         Identitas personal
·         Persyaratan diri
·         Kontak konta sosial
·         Keyakinan
·         Kebebasan untuk memilih
·         Keterlibatan dalam keadilan
·         Pendidikan
·         Kesehatan fisik
·         Jaminan ekonomi
·         Kebutuhan mencintai dan dicintai
·         Pengakuan sosila dan pujian
·         Kesehatan mental dan pikiran, rasa tentram, dan damai.
3.      Individu sebagai mahluk psikologis
Psiko = psiche=jiwa roh, sukma, semangat. Individu sebagai mhluk psiko mempunyai ciri ciri sebagai berikut.
Ø  Mempunyai struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, dan super ego
Ø  Mempunyai daya pikir dan kecerdasan
Ø  Mempunyai kebutuhan psikologis agar kepribadian dapat berkembang
Ø  Mempunyai pribadi yang unik karena tidak ada dua individu di dunia ini yang sama,
4.      Individu sebagai mahluk sosial
Sebagai mahluk sosial individu mempunyai ciri ciri sebagai berikut.
Ø  Rasa, mencakup suka, duka, cemas, dan lain lain
Ø  Cipta, mencakup kesanggupan badan untuk menggerakkan sesuatu
Ø  Karsa, mencakup kehendak dan harapan.

Sebagia mahluk sosial individu juga hidup berkelompok mulai dari lingkungan yang palingkecil dalam keluarga sampai dalam lingkungan yang luas,yaitu sebagai anggota masyarakat.
Individu dalam statusnya sebagai mahluk sosial melakukan proses sosialisasi, interaksi, dan adaptasi secara terus menerus mulai dari masa kanak kanak hingga di akhir kehidupannya.
                  
5.      Individu sebagai mahluk spiritual
Individu sebagaia mahluk spiritual mempunyai ciri ciri sebagai berikut
Ø  Diciptakan tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding mahluk ciptaan lainnya.
Ø  Memiliki rohani/jiwa yang sempurna
Ø  Individu diciptakan sebagai khalifah di muka bumi
Ø  Terdiri atas unsur bio-psiko-sosial yang utuh.

6.      Individu sebagai mahluk holistik
Sebagai mahluk yang bersifat holistik, individu memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat di antara unsur biologis, psikologis, dan sosial.Maramis menjelaskan hubungan tersebut sebagai berikut
Lingkungan sosial – psikologis
1.Faktor yang mempengaruhi
v  Hubungan antar individu
v  Fungsi mental tertinggi
2.Faktor yang dipengaruhi
v  Indiviu
v  Keluarga
v  Kelompok sosial
v  Masyarakat
v  Kebudayaan
Lingkungan  Biologis-Psikologis
1.Faktor yang mempengaruhi
v  Sistem saraf pusat dan otonom
v  Siste endorin
2.Faktor yang dipengaruhi
v  Sistem organ
v  Satuan organ
v  Seluler
v  Suseluler


Keluarga sebagai sasaran pelayanan keperawatan
            Keluarga adalah kumpulan individu yang hidup bersama sebagai satu kesatuan dengan atau tanpa ikatan darah. Sebagai unit dalam masyarakat, keluarga mempunyai ikatan yang kuat diantara anggotanya dan rasa ketergantungan dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul termasuk masalah kesehatan.
Freman menuraikan tugas keluarga dalam masalah kesehatan yaitu,
1.      Mengenal adanya gangguan kesehatan.
2.      Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan kesehatan.
3.      Menanggulangi keadaan darurat yang bersifat kesehatan maupun non kesehatan.
4.      Memberi perawatan dan mencari bantuan bagi anggota keluarga yang sakit, cacat, maupun yang sehat.
5.      Mempertahankan lingkungan keluarga yang dapat menunjang peningkatan status kesehatan para anggotanya.
6.      Menjalin dan mempertahankan hubungan baik dengan lingkungan dan unit pelayanan kesehatan yang ada.
Macam keluarga
1.      Nuclear family adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah dan ibu , hanya ayah atau ibu, beserta anak yang belum menikah.
2.      Extended family atau keluarga besar adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak anak yang sudah menikah, dan oeang lain yang masih atau tidak ada ikatan darah yang tiggal dalam satu rumah.
o   Keluarga sebagi unit pelayanan keperawatan.
            Keluarga penting sebagai unit pelayanan keperawatan karena,
1.      Keluarga merupakan unit dasar dalam masyarakat dan dianggap mampu emecahkan masalah kesehatan yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
2.      Keluarga merupakan unit yang dapat mencegah dan mengatasai masalah kesehatannya.
3.      Masalah kesehatan dalam keluarga sangat berkaitan satu dengan yang lainnya.
4.      Keluarga memiliki kekuatan yang menentukan dalam membentuk kesatuan keluarganya.
5.      Keluarga merupakn satu unit yag dianggap mampu mengambil keputusan.
6.      Keluarga merupakan saluran yang efektif untuk penyuluhan kesehatan masyarakat.

o   Masyarakat sebagai sasaran pelayanan keperawatan.
Masyarakat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu masayarakat umum dan khusus.
Pengertian
Menurut Prof.Dr.Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut salah satu sistem adat istiadat yang bersifat kontinu daan terkait oleh suatu brasa identitas bersama.Dengan demikian ,masyarakat memiliki unsur sebagia berikut:
1.      Sejumlah orang yang berkumpul di tempat tertentu
2.      Saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama.
3.      Pola interaksinya menurut sitem adat tertentu.
4.      Terdapat kontinuitas dari proses interaksi menurut adat-istiadat.
5.      Terdapat keteriatan dalam rasa identitas bersama.
Menurut Selo Soemardjan Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama dan merupakan sati kesatuan yang membentik sistem dan menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu,individu tidak dapat hidup sendiri melainkan bersosialisasi dengan lingkungan dan individu lainnya.
Sebagia suatu sitem, masyarakat terdiri dari beberapa komponen,antara lain,
1.      Populasi yang mencakup aspek aspek genetik yang kontan,variabel genetik , dan demografis.
2.      Kebudayaan (karya,cipta,dan rasa) yang mencakup sistem, lambang, dan informasi.
3.      Hasil kebudayaan material.
4.      Organisasi sosial (hubungan warga) mencakup peranan anggota masyarakat.secara individual, kelompok, dan kelas sosial tertentu, seperti lembaga sosial dan sistemnya.

o   Interaksi sosial
            Sebagai mahluk sosial, individu perlu beri teraksi baik secara individual maupun kelompok. Interaksi sosial itu bisa berbentuk kerja sama, persaingan, dan pertikaian.
Menurut Kimbal Young, bentuk bentuk proses sosial dapat dibagi menjadi tiga bagian,yaitu
1.      Oposisi, yang mencakup persaingan dan pertentangan.
2.      Kerjasama yang menghasilkan akomodasi.
3.      Diferensiasi,merupakan suatu proses memperoleh ak dan kewajiban oleh setiap anggota dalam masyarakat berdasarkan perbedaan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.diferensiasi tersebut menghasilkan stratifikasi dalam masyarakat.
Pengelompokan masyarakat
1.      Masyarakat setempat adalah suatu kelompok yang terdiri dari individu yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Masyarakat setempat meliputi suatu wilayah yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Wilayah tersebut meliputi misalnya desa, kota dan anegara.
Tipe masyarakat setempat ditentukan berdasarkan empat kriteria yaitu,
A.    Jumlah pendududk.
B.     Luas wilayah ,kekayaan, dan kepadatan penduduk.
C.     Fungsi khusus anggota masyarakat.
D.    Organisasianggita masyarakat.
Dari kriteria diatas masyarakat dapat dibagi menjadi,
A.    Masyarakat kota dan desa
B.     Masyarakat modern dan tradisional
Batasan antara masyarakat desa dan kota sulit dibedakan,namun demikian terdapat beberapa penekanan. Masyarakat desa umumnya lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan biologis dan perlindungan diri, seperti makan (tanpa memerhatikan menu) dan pakaian ( tanpa memperhatikan mode). Berbeda denagn masyarakat desa, status sosila menjadi hal yang paling penting bagi masyarakat kota, misalnya mode pakaian.
            Soerjono Soekamto berpendapat bahwa hal-hal yang menonjol dari masyarakat di wilayah perkotaan sebagai berikut,
1.      Kehidupan beragama sangat kurang.
2.      Lebih mandiri, individual, dan mementingkan kebebasan pribadi.
3.      Pengaturan jam kerja lebih tegas dan mempunyai batas batas yang nyata.
4.      Memiliki kesempatan yang luas untuk mendapat pekerjaan.
5.      Bersikap lebih rasional.
6.      Waktu menjadi hal yang sangat berharga untuk mengejar kebutuhan individu.
7.      Perubahan sosial lebih cepat terjadi akibat banyaknya pengaruh dari luar.

Masyarakat tradisional dan modern
Masyarakat tradisional
Adalah masyarakat yang masih banyak di kuasai oleh adat istiadat dan belum banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial di luar pengaruh adat tersebut. Masyarakat tradisional umumya tinggal dia daerah pedesaan.
            Ciri ciri masyarakat tradisional sebagai berikut,
1.      Hubungan dalam keluarga dan masyarakat sangat kuat.
2.      Organisasi sosila dibentuk berdasarkan adat stempat.
3.      Menganut animisme dan dinamisme.
4.      Belum memiliki tenaga pendidikan.
5.      Tingkat buta huruf relatif tinggi.
6.      Hukum yang berlaku adalah hukum tak-tertulis. Tidak kompleks, namun di pahami oleh setiap aggota masyarakat.

Masyarakat modern
Adalah masyarakat yang sebagian besar warganya memiliki orientsi nilai budaya yang mengacu pada kehidupan masa kini.
            Ciri ciri masyarakat modern sebagai berikut,
1.      Hubungan antar individu berdasarkan atas kepentingan pribadi.
2.      Terbuka dalam menerima kritikan dari komunitas lain.
3.      Memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan kesejahteraan.
4.      Kelompok-kelompok dalam masyarakat mencerminkan profesi dan kahlian masing-masing.
5.      Tingkat pendidikan formal relatif tinggi dan merata.
6.      Berlaku hukum tertulis.
7.      Menggunakan ekonomi pasar melalui sitem uang dan alat pembayaran lain seperti cek.

A. Issue legal dalam keperawatan berkaitan dengan hak pasien.
Kesadaran masyarakat terhadap hak – hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan  tindakan manusiawi semakin meningkat , sehingga diharapkan adanya pemberian pelayanan yang aman , efektif dan ramah terhadap mereka . jika harapan ini tidak terpenuhi , maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak – haknya. Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukum untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan .
Kebijakan yang ada dalam institusi penetapan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman apabila hak – hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga memberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

B.     Hak asasi manusia
Menurut sifatnya hak asasi manusia biasanya dibagi atau dibedakan dalam beberapa jenis (prakosa, 1988) yaitu;
·         Personal rights ( Hak – hak asasi pribadi)
·         Property Rights (Hak asasi untuk memilih sesuatu)
·         Rights of Legal equality
·         Politic Alrights (hak asasi politik)
·         Social and cultur alrightss (hak asasi sosial dan kebudayaan)
·         Procedural Rights
C.    Hak-hak pasien
Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah sakit dan mendapat pelayanan yang manusiawi , adil dan jujur. Memperoleh pelayanan dan keperawatan dan asuhan yang bermutu, memilih dokter dan kelas keperawatan yang sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit, meminta konsultasi pada dokter lain terhadap penyakitnya, privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya, mendapatkan informasi yang meliputi penyakitnya, tindakan medik alternative , terapi lain, prognosa penyakit dan biayanya. Memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan perawat, menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri, hak di dampingi keluarga dalam keadaan kritis, hak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya , hak atas keamanan dan keselamatan dirinya sekma dalam perawatan. Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spritual, hak didampingi perawat/keluarga pada saat diperiksa dokter, hak pasien dalam penelitian (Marchhette,1984; kelly, 1987).
D.    Kewajiban Perawat
1.    Wajib memiliki SIP, SIK, SIPP
2.    Menghormati hak pasien
3.    Merujuk kasus yang tidak bisa ditangani
4.    Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang – undangan
5.    Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan
6.    Meminta persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan perawat sesuai dengan kondisi pasien baik perawat sesuai dengan kondisi pasien baik secara tertulis maupun lisan.
7.    Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan SOP yang berlaku.
8.    Memakai standard profesi dan kode etik perawat indonesia dalam melaksanakan praktek.
9.    Meningkatkan pengetahuan sesuai dengan IPTEK.
10.               Melakukan pertolangan darurat yang mengancam jiwa sesuai dngan kewenangan.
11.               Melaksanakan program permerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
12.               Mentaati semua peraturan perundang-undangan.
13.               Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun dengan anggota tim kesehatan lainnya.
E.     Hak-hak perawat
1.      Hak perlindungan wanita
2.      Hak mengendalikan praktek keperawatan sesuai dengan yang di atur oleh hukum.
3.      Hak mendapat upah yang layak.
4.      Hak bekerja dilingkungan yang baik.
5.      Hak terhadap pengembangan profesional.
6.      Hak menyusun praktek dan pendidikan keperawatan.
F.     Masalah legal dalam keperawatan
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara disetiap orang yang tidak mematuhi hukum akan terikat secara hukum untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat. Beberapa situasi yang perlu dihindari oleh seorang perawat yaitu :
Kelalaian seorang perawat yang bersalah karena kelalaian jika menciderai pasien dengan cara tidak melakukan pekerjaan sesuai yang diharapkan ataupun yang tidak melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan cidera. Pencurian mengambil sesuatu yang bukan miliknya membuat perawat bersalah karena mencuri, jika seorang perawat tertangkap maka akan dihukum.



G.    Issue Aspek Legal
1.      Informed Consent
Informed Consent adalah persetujuan klien untuk menerima serangkaian terapi atau prosedur setelah diberi informasi lengkap , termasuk manfaat dan resiko prosedur , alternatif terapi tersebut dan prognosis jika tidak ditangani oleh penyedia layanan kesehatan. Biasanya klien memberikan formulir yanga telah diberikan oleh institusi. Terdapat dua jenis persetujuan yaitu langsung dan tidak langsung. Persetujuan Langsung adalah berbentuk lisan atau tulisan , biasanya semakin invasif suatu prosedur dan semakin besar potensi resikonya terhadap klien maka semakin besar kebutuhan terhadap persetujuan tertulis. Persetujuan tidak langsung terjadi pada saat perilaku nonverbal individu menunjukkan persetujuan dan dalam keadaan kedaruratan.
Informed Consent berlaku terhadap perawat non praktisi mandiri dan perawat yang melakukan asuhan keperawatan langsung untuk prosedur tertentu. Perwat mengandalkan persetujuan secara lisan dan tidak langsung untuk sebagaian besar intervensi keperawatan. Komunikasi dengan klien sangat penting untuk menjelaskan prosedur keperawatan , memastikan pemahaman klien dan memperoleh izin. Pedoman umum Informed Consent mencakup : tujuan terapi , apa yang mungkin dihadapi atau dialami klien, manfaat yang diharapkan dari terapi , kemungkinan resiko atau hasil negatif terapi , serta manfaat dan kerugian kemungkinan alternatif terapi. Terdapat tiga elemen informed consent yaitu persetujuan harus diberikan tanpa ada paksaan, persetujuan harus diberikan oleh klien atau individu yang cakap dan mampu memahami penjelasan, dan klien atau individu harus diberikan informasi yang cukup agar dapat menjadi pengambil keputusan akhir.
2.      Pengecualian
Terdapat tiga kelompok orang yang tidak dapat memberikan persetujuan. Kelompok pertama adalah anak dibawah umur. Disebagian besar area, orang tua atau wali harus memberikan persetujuannya sebelum anak diabwah umur dapat memperoleh terapi. Hal serupa juga berlaku bagi orang dewasa yang memiliki kapasitas metal seperti anak kecil dan memiliki wali yang ditunjuk. (Brent, 2001; Sullivan 1998).
Kelompok kedua adalah orang yang tidak sadar atau mengalami cedera sehingga tidak mampu memberikan persetujuannya. Pada situasi semacam ini, dekat jika undang-undang yang berlaku mengizinkan hal tersebut. Dalam kondisi kegawatan yang mengancam jiwa, jika persetujuan tidak diperoleh dari klien maupun keluarganya, maka hukum umumnya menyetujui  juka persetujuan dibuat tidak langsung agar dapat memberikan perawatan yang diperlukan untuk kondisi gawatan klien.Kelompok ketiga adalah orang sakit jiwa yang dianggap tidak cakap oleh profesional. Undang-undang kesehatan jiwa negara bagian maupun provinsi atau undang-undang  sejenis lain secara umum memberikan batasan penyakit jiwa dan menyebutkan hak hukum orang sakit jiwa serta hak hukum staf yang merawat klien tersebut.

3.      Peran Perawat
Perawat sering diminta untuk mendapatkan formulir persetujuan yang ditanda tangani klien. Perawat tidak bertanggung jawab menjelaskan prosedur, tetapi harus menyaksikan penandatanganan  formulir oleh klien. Sullivan( 1998). Menyatakan bahwa tanda tangan perawat memperjelas 3 hal:
1.      Klien memberikan persetujuannya dengan suka rela.
2.      Tanda tangan asli.
3.      Klien terlihat cakap untuk memberikan persetujuan
Perawat menjadi advokat klien dengan memastika bahwa klien telah mendapatkan cukup informasi yang diperlukan untuk memberikan persetujuan. Jika klien memiliki pertanyaan atau jika perawat meragukan pemahaman klien, perawat harus memberitahu penyedia layanan kesehatan. Selain itu, perawat tidak bertanggung jawab menjelaskan prosedur medis maupun pembedahan. Bahkan, perawat dapat disalahkan atas pemberian informasi yang tidak tepat atau tidak lengkap,atau mencampuri hubungan anata klien-penyedia layanan kesehatan. (Dunn, 1999).
Menurut Guido (2001), hak memberikan persetujuan juga mencakup hak untuk menolak. Ingatkan klien bahwa mereka dapat mengubah pikiran mereka dan membatalkan prosedur kapanpun juga karena hak untuk menolak tetap ada meski telah menandatangani surat persetujuan. Disamping informed consent, penting untuk memperjelas bahwa klien menyadari manfaat dan kerugian penolakan yang ia lakukan dan telah mengambil keputusan setelah memperoleh informasi. Perawat perlu memberitahu penyedia layanan kesehatan mengenai penolakan klien dan mendokumentasikan penolakan distatus klien.
Dokumentasi adalah aspek penting informed consent. Kekhawatiran dan pertanyaan klien harus didokumentasikan bersama dengan pemberitahuan penyedia layanan kesehatan. Sullivan (1998) juga menganjurkan membuat dokumentasi tentang pernyataan pemahaman klien. Catat semua penyuluhan sebagai hasil pertanyaan sepurtar keperawatan yang diajukan oleh klien.setiap kondisi khusus, seperti pemanfaatan jasa penerjemah, juga harus didokumentasikan.
4.      Delegasi
National  Council of state Board of Nursing (1995) mendefinisikan delegasi sebagai menyerahkan kewenangan kepada individu yang komputen untuk melakukan tugas keperawatan tertentu dalam situasi tertentu. Staf bantu yang belum memiliki izin (unlicensed assistive personnell UAP) yang kompeten dapat membantu perawat sehingga memudahkan perawat melakukan fungsi dalam lingkup praktik keperawatan. Namun,  dari perspektif hukum, kewenanga perawat untuk mendelegasikan didasarkan atas hukum dan undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu, perawat harus terbiasa dengan undang-undang praktik perawat (Nurse Practice Act/NPA) mereka. Sheehan (2001) menyatakan bahwa perawat perlu menentukan jawaban atas pertanyaan berikut:
·         Apakah NPA membolehkan delegasi?
·         Apakah NPA membuat daftar mengenai hal-hal yang dapat didelegasikan oleh perawat?
·         Apakah dewan keperwatan negara bagian mengeluarkan panduan yang menjelaskan tanggung jawab perawat saat melalukan delegasi?
5.      Kekerasan, penganiyayaan, dan pengabaian
Perilaku kekerasan dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, penganiyayaan anak, penganiyayaan lansia, dan penganiyayaan seksual.  Pengabaian adalah tidak diberikannya asuhan yang dibutuhkan untuk memelihara kesehatan dan keselamatan individu yang ringkih seperti anak-anak atau lansia. Perawat dengan peran mereka yang beragam (misal; perawat kesehatan dirumah, perawat anak, dan perawat UGD) sering mengidentifikasi dan mengkaji kasus kekerasan terhadap orang lain. Akibatnya sering disebut sebagai pelapor yang diberi mandat.
6.      Perawat pecandu
Istilah perawat pecandu merujuk kepada perawat yang praktiknya tergannggu karena penyalah guanaan zat-zat kimia terutama penggunaan alkohol dan obat-obatan. Kecanduan pada zat-zat kimia dikalangan tenaga kesehatan menjadi masalah karena tingginya kadar stres yang terjadi dibanyak tatanan perawatan kesehatan dan kemudahan akses untuk mendapatkan obat-obatan adiktif. Sebagai contoh survei nasional dewan keperawatan negara bagian melaporkan bahwa 67% tindak disiplin berkaitan dengan kecanduan terhadap zat-zat kimia. Beberapa negara bagian melaporkan presentasi lebih tinggi 80-93% kasus-kasus disiplin yang berhubungan dengan alkohol dan obat-obatan (Grover & Floyd, 1998).
            Tanda peringatan kecanduan alkoholisme:
1.      Iritabilitas perubahan alam perasaan
2.      Menguraikan berbagai alasan atas perilaku pemampilan tidak rapi
3.      Pitam (periode amnesia sementara)
4.      Gangguan koordiansi motorik, pelo,muka kemerahan, mata merah
5.      Berbagai cidera, luka bakar, memar
6.      Napas berbau alcohol dan penggunaan obat kumur dan paper mint secara berlebihan
7.      Sering mengisolasi diri dari orang lain
Kecanduan obat-obatan :
1.      Fluktuasi alam perasaan atau kinerja
2.      Sering bolos dari unit, sering memakai kamar mandi
3.      Mungkin sering lembur biasanya datang lebih awal dan pulang lebih larut
4.      Peningkatan keluhan somatik yang mengakibatkan pembuatan resep obat pereda nyeri
5.      Selalu mengajukan permohonan obat tercatat dalam jumlah yang lebih banyak disbanding tenaga kesehatan lainnya.
6.      Sering menawarkan diri untuk memberikan obat kepada klien keperawat lain dan menggunakan baju lengan panjang setiap waktu
7.      Sering mengisolasi diri dari orang lain
8.      Klien mengeluh bahwa obat nyeri tidak efektif atau menyangkal menerima obat
9.      Perbedaan mencolok antara pengajuan permohonan dan pendokumentasian prosedur pemberian obat tercatat.
Gangguan kesehatan jiwa
1.      Depresi, letargi, tidak mampu focus atau konsentrasi, dan apatis.
2.      Melalukan banyak kesalahan saat kerja
3.      Perilaku aneh atau perubahan alam perasaan
4.      Perilaku atau bicara tidak sesuai
5.      Dapat menunjukkan bebebrapa ciri yang sama seperti pada perawat yang mengalami kecanduan zat kimia
7. Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual merupakan bentuk pelanggaran terhadapa hak individu dan bentuk diskriminasi. Pada tahun 1987 hukum melarang diskriminasi seksual diperjelas untuk diterapkan pada semua institusi pendidikan dan instansi kerja yang menerima suntikan dana dari pemerintah. Equal Employmen Opportunity Commision (EEOC) mendefinisikan pelecehan seksual sebagai percumbuan, permintaan hubungan intim, dan verbar dan fisik lain yang berbau seks dan diluar kehendak yang terjadi dalam kondisi berikut (EEOC, 2000 Bagian 1604;1)
·         Jika penerimaan terhadap tingkh laku tersebut secara ekplisit maupun implisit dianggap sebagai patokan kinerja individu.
·         Jika penerimaan atau penolakan terhadap tingkah laku tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan keputusan kerja individu.
·         Jika tingkah laku kerja tersebut mengganggu kinerja individu atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi , bermusuhan atau tidak nyaman.
Korban atau pelaku dapat pria ataupun wanita , korban tidak harus dari jenis kelamin berbeda. Perawat harus mengembangkan ketrampilan untuk menghalangi pelecehan seksual dalam tempat kerja. Selain itu perawat harus familier dengan kebijakan dan prosedur mengenai pelecehan sade dan Deksual yang harus diterapkan pada setiap institusi. Hal ini meliputi informasi terkait prosedur pelaporan,  kepada siapa kejadian tersebut harus dilaporkan , proses penyelidikan dan bagaimana kerahasiaan dilindungi sedapat mungkin (Monarch , 2000).
8.      Aborsi
Hukum aborsi memberikan panduan spesifik mengenai perawat mengenai  hal – hal yang diperbolehkan oleh hukum. Pada tahun 1973, saat kasus Roe v, Wade dan Doe v. Balton diputuskan , Mahkamah Agung Amerika Serikat berpedoman bahwa hak privasi berdasarkan hukum konstitusi memberi hak pada wanita untuk memegang kendali atas tubuhnya pada tingkat tertentu sehingga ia dapat mengaborsi janinnya pada tahap awal kehamilan. Pada tahun 1989 , keputusan Mahkamah Agung pada kasus Webster v. Reproductive Health Service Menegakkan hukum Missouri  yang melarang penggunaan dana atau fasilitas umum untuk melakukan atau membantu aborsi. Pada tahun 1992  presiden Clinton mencegah penyedia layanan kesehatan membahas layanan aborsi dengan klien di lembaga nirlaba.
Banyak undang – undang juga memasukkan klausal  hati nurani yang ditegakkan oleh MA untuk melindungi perawat dan rumah sakit. Rumah sakit berhak untuk menolak menerima klien untuk aborsi dan memberi hak pada personel perawatan kesehatan , termasuk perawat untuk menolak berpartisipasi dalam aborsi. Pada saat hak telah diterapkan maka undang – undang juga melindungi lembaga dan pekerja dari diskriminasi atau pembalasan dendam.
9.      Kematian dan Isue Terkait
Isue hukum yang terkait dengan kematian termasuk instruksi lanjutan , eutanansia, do not resuscitase (DNR), surat kematian , otopsi ,penyelidikan yudisial dan donor organ.


ASPEK HUKUM DAN REGULASI PRAKTIK KEPERAWATAN

A.    Definisi Hukum
Hukum adalah seluruh aturan undang-undang yang mengatur sekelompok masyarakat. Dengan demikian, hukum dibuat oleh masyarakat dan untuk mengatur semua anggota masyarakat.
Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Pengertian hukum kesehatan adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana.

B.     Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan 
Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatankarena mereka mempunyai  akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum terdapat dua alas an terhadap pentingnya praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip- prinsip hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas.
Fungsi Hukum dalam Keperawatan antara lain:
1)      Hukum memberikan kerangka kerja untuk menetapkan jenis tindakan keperawatan yang sah dalam asuhan klien.
2)      Hukum membedakan tanggung jawab perawat dari tenaga professional kesehatan lain.
3)      Hukum membantu memberikan batasan tindakan keperawatan yang mandiri.
4)      Hukum membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan membuat perawat bertanggung gugat dibawah hukum yang berlaku.





C.    Undang – Undang Tentang Praktik Keperawatan di Indonesia
Perawat sebagai tenaga profesional memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakanya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menupu kemunngkinan perawat berbuat kesalahan dan kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja.
Untuk menjalankan praktiknaya, maka secara hukum perawat harus dilindungi dari tuntutan mal praktik dan kelalaian pada keadaan darurat. Sebagai contoh misalnya di amerika serikat terdapat UU yang bernama good samaritan acts yang melindungi tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan keadaan darurat. Di kanada terdapat UU lalu lintas membolehkan setiap orang untuk menolong korban pada setiap situasi kecelakaan, yang bernama traffic acts.
Di indonesia dengan telah disahkannya UU Keperawatan pada tanggal 25 September 2014 yang memberikan suatu jalan untuk mengeluarkan bebagai peratuaran pemerintah termasuk disini UU yang mengatur praktik keperawatan  dan perlindunagan.
Di berbagai negara maju di mana tuntutan malpraktik terhadap tenaga profesional semakin meningkat jumlahnya, maka berbagai area pelayanan kesehatan telah melindungi para tenaga kesehatan termasuk perawat dengan suatu asuransi malpraktik. Seiring dengan perkembangan jaman, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang asuransi malpraktik juga perlu dipertimbangkan bagi semua tenaga kesehatan termasuk perawat indonesia.
Sebelum Undang-undang keperawatan disahkan ada beberapa undang – undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan.
1)      UU No. 9 tahun 1960 tentang pokok – pokok Kesehatan, Bab II (Tugas Pemerintah ), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum. Bila kita kaitkan dengan UU Praktik Keperawatan, maka secara sederhana dapat dinyatakan bahwa pemerintah yang berhak mengeluarkan UU praktik ini.
2)      UU No. 6 tentang Tenaga Kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang – undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau  tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi di mana dalam menjalankan tugas di bawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker.
Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. Undang – undang ini boleh dikataka sudah usang karena hanya menklasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis ( tenaga sarjana dan bukan sarjana ). Undang – undang ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini, dan perawat ditetapkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lain.
3)      UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis .
Pada pasal 2,  ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan srjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerjapada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksudkan pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan - peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. Undang-undang  ini untuk saat sekarang sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain - lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek keprofesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4)      SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Penempatan perawat dalam posisi tidak mempunyai tanggung jawab penuh atau harus di bawah profesi tenaga kesehatan lain juga tercermin dengan adanya sebutan paramedis, suatu istilah yang kurang diminati oleh para perawat professional. Istilah paramedis tercantum dalam SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 yang membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu para medis keperawatan ( termasuk bidan ) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum , suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori tenaga keperawatan.
5)      Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Dalam Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu pernyataan membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter,diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui Negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama di puskesmas – puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan dan dipersiapkan untuk benar –benar melakukan nursing care.
6)      Surat keputusan Menteri Negara Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986; tanggal 4 Nopember 1986
Menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin. Dalam system ini di jelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka krtedit tertentu.Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah :
1)      Penjenang Kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a;
2)      Pengatur Rawat /perawat kesehatan/Bidan;
3)      Sarjana Muda/D III Keperawatan; dan
4)      Sarjana /SI bidang keperawatan (Suparman Adiwijaya,1988).
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya.bahkan untuk pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya. Bahkan untuk pangkat akhir perawat dengan pendidikan SPK dapat mencapai IV C ( Radiat,1988). Namun lagi perbedaan antara tenaga perawat dan bidan menjadi kabur dalm SK ini (Sciortino, 1991).
7)      UU Kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan undang - undang yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak – hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa pernyataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah : 1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan  hak - hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah; 2) pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya; pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
Namun, secara umum UU keperawatan berisi komponen ; definisi keperawatan, tugas/kewajiban dan hak perawat, persyaratan untuk mendapat ijin praktik, pembebasan dari perijinan, revokasi perijinan, cara pengalihan perijinan bagi yang memiliki ijin dari Negara bagian lain, pembentukan badan penguji perawat, tanggung jawab badan penguji, dan sanksi bagi yang menjalankan praktik tanpa memiliki surat ijin.

D.    Standar  Praktik keperawatan
Standar praktik merupakan salah satu perangkat  yang diperlukan oleh setiap tenaga profesional. Standar praktik keperawatan mengidentifikasi harapan – harapan minimal bagi para perawat  professional dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman , efektif dan etis.
Dengan adanya standar praktik keperawatan, maka profesi keperawatan dapat mewujudkan tanggung jawab atau kebulatan tekadnya untuk melindungi masyarakat. Standar praktik keperawatan membantu dan menuntun para perawat dalam menjalankan tugasnya memberikan asuhan keperawatan.
Penyusunan dan pelaksanaan standar praktik merupakan fungsi utama organisasi profesi dalam hal ini meliputi :
1.      Menentukan, mempertahankan dan meningkatkan standar.
2.      Mempertahankan anggota untuk akuntabilitas dalam menggunakan standar.
3.      Mendidik masyarakat untuk menghargai standar.
4.      Melindungi masyarakat dari individu yang tidak memenuhi standar atau tidak ingin mengikuti standar .
5.      Melindungi anggota profesi satu sama lainnya (phaneut dan Lang, lihat kozier, Erb, 1990 )
Model standar praktik keperawatan pada tiap – tiap Negara cukup bervariasi. Secara umum komponen  yang dapat dimasukkan dalam standar praktik keperawatan adalah:
1)      Pernyataan tentang pengetahuan keperawatan yang harus dipahami dan dianalisa oleh perawat professional seperti konsep dasar keperawatan, peran perawat, hubungan interpersonal, proses keperawatan , prinsip inteervensi dan masalah kesehatan yang lazim, situasi klien, upaya kesehatan, masalah kesehatan/keperawatan, metodologi penelitian, kepemimpinan, managemen dan sistem kesehatan;
2)       Akuntabilitas profesional baik independen maupun interdependen;
3)      dan tahap demi tahap proses keperawatan
Standar praktik keperawatan juga harus membedakan antara tanggung jawab perawat kesehatan . Dengan  adanya pembedaan ini maka kedua pihak dapat mengetahui tanggung jawab masing – masing dan dapat saling membantu. Standar praktik keperawatan di Indonesia telah diterbitkan oleh Departemen Kesehatan pertama kali pada tahun 1986. Standar ini diharapkan dapat merupakan penuntun dasar bagi para perawat kesehatan dalam menjalankan tugasnya.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan terdapat beberapa ketentuan yang harus dilaksanakan, antara lain:
1)      Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lain.
2)      Praktik Keperawatan terdiri atas:
a.       praktik keperawatan mandiri perorangan;
b.      praktik keperawatan mandiri berkelompok; dan
c.       praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
3)      Praktik Keperawatan harus didasarkan pada standar Pelayanan Keperawatan.
4)      Praktik Keperawatan didasarkan pada prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah.
5)      Ketentuan mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan disatu wilayah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(UU Keperawatan Pasal 30)

Dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan dan pendidik klien.
Peran perawat dapat dilaksanakan:
a.       secara mandiri;
b.      bekerja sama dengan pihak terkait;
c.       berdasarkan pelimpahan wewenang; dan
d.      berdasarkan penugasan khusus.
Pelimpahan wewenang dilaksanakan secara:
a.       Delegatif
Pelimpahan wewenang secara delegatif diberikan oleh dokter kepada Perawat sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya.
b.      Mandat
Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh dokter sebagai pemberi kewenangan kepada Perawat dan tanggung jawab tetap berada pada pemberi kewenangan.
Pelimpahan wewenang dilakukan dalam bentuk tertulis dan sesuai dengan kesepakatan antarprofesi dan/atau pihak terkait. Pelimpahan wewenang dievaluasi secara berkala. Pelaksanaan peran Perawat harus dijalankan dengan bertanggung jawab dan akuntabel. (UU Keperawatan Pasal 31)




Selain itu perawat dalam menjalankan perannya terhadap klien berwenang:
c.       melakukan pengkajian keperawatan secara holistik;
d.      menetapkan diagnosis keperawatan;
e.       merencanakan tindakan keperawatan;
f.       melaksanakan tindakan keperawatan;
g.      mengevaluasi hasil tindakan keperawatan;
h.      melakukan rujukan;
i.        memberikan konsultasi keperawatan dan berkoordinasi dengan dokter;
j.        melaksanakan penugasan khusus;
k.      melakukan penyuluhan kesehatan; dan
l.        menerima dan melaksanakan pelimpahan wewenang
(UU Keperawatan Pasal 32)
Perawat dapat melaksanakan penugasan khusus untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat di daerah terpencil, sangat terpencil, tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar, daerah yang tidak diminati, daerah rawan bencana atau mengalami bencana, dan konflik sosial. Perawat dalam melaksanakan penugasan khusus, berdasarkan kompetensi dan kewenangan serta dilaksanakan sesuai dengan hierarki klinis di tempat kerjanya. (UU Keperawatan Pasal 33)
Pemerintah dalam menetapkan penugasan khusus kepada Perawat harus memperhatikan usulan Pemerintah Daerah. Pemanfaatan Perawat yang melaksanakan penugasan khusus merupakan tanggung jawab bupati/walikota dan/atau gubernur. Perawat yang melaksanakan penugasan khusus harus disertai dengan penyediaan sarana pelayanan kesehatan, alat kesehatan, obat-obatan, dan fasilitas lainnya sesuai standar yang berlaku, serta memperhatikan hierarki, dan komposisi tenaga kesehatan penyertanya atau yang tersedia. (UU Keperawatan Pasal 34)
Dalam keadaaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat. Pertolongan pertama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut. Keadaan darurat merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien dan keselamatannya hanya tergantung pada inisitatif Perawat. Keadaan darurat ditetapkan oleh Perawat sesuai dengan bidang keilmuan. (UU Keperawatan Pasal 36)
Pada Undang-undang Keperawatan Bab VI tentang Hak dan Kewajiban perawat pasal 38, perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban:
a.       melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan perundang undangan;
b.      memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.       menghormati hak Klien;
d.      merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, yang meliputi:
(1)   dalam aspek pelayanan/asuhan keperawatan merujuk ke anggota perawat lain yang lebih tinggi kemampuan atau pendidikannya; atau
(2)   dalam aspek masalah kesehatan lainnya merujuk ke tenaga kesehatan lain.
e.       merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang Klien;
f.       mendokumentasikan Asuhan Keperawatan berdasarkan standar pelayanan keperawatan;
g.      memberikan informasi yang lengkap, jujur, jelas dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
h.      melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah
Selain itu, pada pasal 37 Undang-undang Keperawatan perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a.       memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi, standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.      memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya;
c.       menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan secara mandiri, berdasarkan pelimpahan wewenang, dan dengan bekerjasama; dan
d.      menolak keinginan klien atau pihak lain yang memberikan anjuran atau permintaan baik lisan maupun tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi, standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-undang Keperawatan dijelaskan beberapa hal yang dilarang dalam praktik keperawatan, antara lain:
1)      Setiap orang dilarang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat
2)      Perawat dilarang menyelenggarakan Praktik Keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai dasar lisensi.
3)      Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang dengan sengaja mempekerjakan Perawat yang tidak memiliki STR dan SIPP.
4)      Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan resep dan obat selain obat bebas terbatas
Dalam Undang-undang Keperawatan juga dijelaskan beberapa ketentuan pidana apabila terjadi penyelewengan dalam praktik keperawatan
1)      Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2)      Perawat yang menyelenggarakan Praktik Keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai dasar lisensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3)      Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dengan sengaja mempekerjakan Perawat yang tidak memiliki STR dan SIPP dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
4)      Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara atau pidana denda kepada pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan kepada korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda.
5)      Selain pidana denda, korporasi dapat dikenai sanksi administrasi berupa:
a.       pencabutan ijin pendirian; dan/atau
b.      pencabutan status badan hukum.
6)      Perawat yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

E.     Liabitas dalam Praktik Keperawatan
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan.perawat profesional seperti tenaga profesional yang lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang ditimbulkan dari kesalahan tindakanya.
Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari berbagai kesalahan yang dilakukan oleh perawat yang dapat berupa tindakan kriminal berat misalnya perawat yang salah memberikan obat sehingga menyebabkan kematian pasien dapat diberi sangsi berupa membayar denda atau kurungan. Sedangkan bagi perawat yang melakukan tindakan kriminal ringan misalnya menampar muka pasien dapat dikenai denda atau kurungan jangka pendek.
Kecerobohan (tort) merupakan kesalahan sipil yang melanggar seseorang atau keounyaan/harta benda seseorang. Kecerobohan dapat dilakukan dendan sengaja antara lain meliputi: menipu, melanggar privasi klien, menfitnah baik tertulis atau secara lisan, berupaya atau mengancam untuk menyentuh orang lain secara tidak adil misalnya mengancam dengan kepalan tangan, menyentuh orang lain tanpa ijin/memberitahu dan mengekang kebebasan pasien secara tidak adil seperti mengunci pasien dalam suatu kamar tanpa alasan yang jelas. Kecerobohan dengan tidak sengaja meliputi kelalaian (negligence) dan malpraktik. Kedua jenis kecerobohan yang tidak sengaja ini akan dijelaskan lebih lanjut di sini.
Kelalaian merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang dengan klasifikasi yang sama seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama. Ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam keperawatan.Kelalaian sering terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktik yang antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Kelalaian dapat menyebabkan kerugian pasien.
Bila terjadi kelalaian, maka institusi secara hukum tidak dapat bertanggung jawab tetapi perawat yang bersangkutan yang harus bertanggung jawab tetapi perawat yang bersangkutan yang harus bertanggung jawab tetapi perawat yang bersangkutan yang harus bertanggung jawab dan dapat dituntut sebagai malpraktik. Kelalaian dapat dilakukan oleh setiap orang, sedangkan malpraktik merupakan kelalaian, yang dilakukan oleh tenaga profesional yang menyebabkan kerusakan, cidera atau kematian seseorang. Kegagalan dalam melaksanakan suatu fungsi tertentu yang berkaitan dengan peran dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman juga dianggap sebagai malpraktik.
Terjadi malpraktik dapat didukung oleh beberapa hal antara lain perilaku masyarakat terhadap tenaga kesehatan serta peningkatan kesadaran terhadap hukum dimana hal ini mendorong masyarakat mengajukan tuntutan bila merasa dirugikan oleh rumah sakit maupun oleh tenaga kesehatan.
Para perawat dapat mencegah malpraktik antara lain dengan meningkatkan kewaspadaan diri dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Bila merasa maka segera mengambil langkah untuk meningkatkan kompetensi diri. Perawat sebaiknya mengetahui beban tugasnya dan bila dirasa sulit selekasnya konsultasi kepada perawat yang ahli. Dalam setiap kegiatan, perawat harus menetapkan cara- cara pencatatan yang secara hukum dapat diterima.





Penuntun terhadap kelalaian – kelalaian profesional merupakan mal praktik
Elemen liabilitas
Penjelasan
Contoh: memerikan obat
1.      Tugas memberikan perawatan ( sesuai standar praktik ).



2.      Gagal memenuhi standar keperawatan




3.      Kecenderungan besar menimbulkan bahaya



4.      Gagal memenuhi standar perawatan yang menyebabkan cidera.

5.      Cidera
Perawatan yang harus diberikan sesuai ( apa yang semestinya dilakukan perawat yang bertanggung jawab)

Tidak memberikan perawatan seperti yang seharusnya



Pengetahuan yang tidak memenuhi standar perawatan akan membahayakan pasien

Pasien dalam bahaya /dirugikan karena perawatan yang tidak diberikan.

Terjadi bahaya yang nyata bagi pasien.
Perawat harus memberikan obat dengan :
·         Akurat
·         Komplit
·         Tepat waktu

Seorang perawat gagal memberikan obat secara :
·         Akurat
·         Komplit
·         Tepat waktu

Pemberian obat salah atau tidak tepat waktu mungkin dapat membahayakan pasien.


Pemberian obat yang salah menyebabkan pasien mengalami konvulsi


Konvulsi atau komplikasi serius lainnya.

Sumber : aspen system corporation of nursing and the law, ed2.,Charles J. Streiff dan the health law center, ©1975. Aspen system co. (lihat Jackson, 1980: 606).

F.     BENTUK/MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN
Sejak disepakatinya keperawatan sebagai profesi (Januari 1983), serta di tumbuhkannya pendidikan keperawatan pada jenjang pendidikan tinggi (program DIII Keperawatan pada tahun 1984, dan program pendidikan sarjana keperawatan pada tahun 1985),serta disahkannya UU Keperawatan pada tanggal 25 September 2014, proses registrasi dan legislasi keperawatan sebagai bentuk pengakuan adanya kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan belum terwujud. Hal ini mungkin di sebabkan antara lain belum adanya pengalaman dalam memberi pengakuan terhadap praktik keperawatan, karena belum di pahami wujud dan baatasan dari praktik keperawatan sebagai praktik profesional. Demikian juga jenis dan sifat praktik keperawatan profesional yang harus di kembangkan belum dipahami benar karena belum ada pengalaman sebelumnya.
Bertolak pada keadaan demikian, sedangkan praktik keperawatan profesional harus dikembangkan, proses registrasi dan legislasi keperawatan sudah ada, serta dilandasi oleh peraturan perundang-undangan yang kokoh, maka dinilai perlu dilakukan pembangunan dan uji joba (sebagai proyek rintisan) beberapa model praktik keperawatan. Bentuk model praktik keperawatan yang dapat dan pantas di ujicobakan dan dikembangkan di indonesia adalah sebagai berikut.
1.      Praktik Keperawatan di Rumah Sakit dan Puskesmas
Linkup cakupan dan batasan wewenang serta tanggung jawab seorang perawat profesional (ners) dalam praktik keperawatan di rumah sakit ataupun di puskesmas dikaji. Kedudukan dan hubungannya dengan pelayanan rumah sakit ataupun di puskesmas dikaji. Kedudukan dan hubungannya dengan pelayanan rumah sakit atau puskesmas secara keseluruhan, dan sifat interdependendesi dengan pelayanan profesional lainnya yang terdapat di rumah sakit atau puskesmas. Perawat profesional dengan sikap dan kemampuan profesional yang dapat diberi wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan rumah sakit atau puskesmas, serta proses dan prosedur pencatatan (registrasi) dan pemberian kewenangan, tanggung jawab melaksanakan praktik (legislasi).
Melalui hasil kajian dari model praktik keperawatan rumah sakit atau puskesmas dapat disarankan kepada yang berwenang hal-hal yang berhubungan dengan pengertian praktik keperawatan rumah sakit atau puskesmas dan lingkup cukupannya  sebagai salah satu bentuk praktik keperawatan profesional,serta proses dan prosedur registrasi dan legislasi keperawatan.
2.      Praktik Keperawatan di Rumah (Home Nursing Practice) dalam Konteks Perpanjangan Pelayanan Rumah Sakit atau Puskesmas
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan seperti yang di uraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit atau puskesmas. Pada bentuk praktik keperawatan rumah dalam kajian awalnya, di tekankan pada pelaksanaan pelayanan atau asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit atau puskesmas. Dilakukan oleh para perawat profesional rumah sakit atau puskesmas, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.



3.      Praktik keperawatan Berkelompok (Group Nursing Practice)
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit atau puskesmas. Beberapa perawat provesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan pelayanan atau asuhan keperawatan, mengatasi berbagai bentuk keperawatan yang dihadapi masyarakat. Bentuk praktik keperawatan ini diperkirakan akan sangat diperlukan di masa depan, terutama jika pandangan tentang lama rawat rumah sakit perlu di persingkat mengingat biaya rawat rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
Praktik keperawatan berkelompok sebagai model yang akan diujijobakan memerlukan dukungan peraturan yang berwenang sehingga baik perawat yang melaksanakan praktik keperawatan, maupun masyarakat yang menerima asuhan keperawatanterlindungi.
4.      Praktik Keperawatan Individu/Perorangan (Individual Nursing Practice)
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit atau puskesmas. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara perorangan  atau sendiri membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu, memberi pelayanan atau asuhan keperawatan khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukannya dalam mengatasi masalah keperawatan.

G.    MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Pada dasarnya, model merupakan penyajian konseptual tentang realitas yang sangat diperlukan untuk berkomunikasi dan menyelesaikan masalah serta memberikan kesempatan untuk menguji coba apakah model tersebut sesuai dan tidak berisiko.
Penggunaan model harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai memasakan situasi agar sesuai dengan model, tetapi justru mengujicobakan apakah model tersebut sesuai dengan situasi praktik. Perlu disadari bahwa model tidak mungkin dapat divalidasi secara adekuat tanpa mengadopsinya terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu sekali dipahami menggunakan model bukan hanya untuk mengadopsi model tersebut, tetapi untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanan atau asuhan keperawatan yang memuaskan klien dan pemberi pelayanan.



Beberapa jenis sistem pemberian asuhan yang sering juga disebut dengan sistem penugasan menurut Huber (1996), yaitu:
1)      Private Duty Nursing
Private Duty Nursing sering disebut dengan sistem keperawatan kasus (case nursing) yaitu seseorang perawat merawat seorang klien. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien secara menyeluruh dilakukan oleh seorang perawat baik dirumah sakit maupun di rumah. Jika dilakukan di rumah, perawat berfungsi sebagai menejer rumah tangga karena juga melakukan kegiatan rumah tangga.
Keuntungan, sistem pemberian asuhan yaitu memungkinkan perawat hanya memfokuskan kepada kebutuhan satu klien saja sehingga membina hubungan yang akrab dan memuaskan terhadap klien. Kerugian, mahal karena kurang efisien dan mobilitas perawat juga jadi terbatas dan terisolasi dari rekan kerja lainnya.
Private Duty Nursing ini selanjutnya di kembangkan menjadi keperawatan berkelompok (group nursing). Pada dasarnya keperawatan kelompok ini merupakan perubahan dari private duty yang semula dilakukan secara individual menjadi praktik kelompok yang terpadu dengan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat, sehingga sekelompok perawat merawat sekelompok klien.
2)      Metode Aplikasi Klien/Keperawatan Total
Metode ini adalah pengorganisasian pelayanan/asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas/jaga selama periode waktu tertentu atau sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien.
Kelebihan :
a.       Fokus keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
b.      Memberikan kesempatan untuk melakukan keperawatan yang komprehensif.
c.       Memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas, tugas non-keperawatan dapat dilakukan oleh yang bukan perawat.
d.      Mendukung penerapan proses keperawatan.
e.       Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat tercapai.




Kelemahan :
a.       Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
b.      Peserta didik sulit untuk melatih keterampilan dalam melakukan perawatan dasar, misalnya menyuntik, mengukur suhu.
c.       Pendelegasian tugas terbatas.
d.      Kelanjutan perawatan klien hanya sebagian selama perawat penanggungjawab klien bertugas.
3)      Functional Nursing
Keperawatan fungsional (functional nursing) dilakukan dengan tiap perawat bekerja berdasarkan tugas spesifik dan bersifat teknis seperti memberi obat, memandikan klien atau mengukur tanda vital. Perawat mengidentifikasi tugas yang dilakukan pada tiap shift dinas. Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan menerima laporan tentang semua klien serta menjawab semua pertanyaan tentang klien.
Kelebihan :
a.       Sistem fungsional yaitu secara administratif sangat efisien karena setiap perawat mendapat tugas yang spesifik untuk sejumlah pasien dan mudah dilakukan serta tidak membingungkan.
b.      Perawat terampil untuk tugas/pekerjaan tertentu.
c.       Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai melaksanakan tugas.
d.      Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman untuk satu tugas sederhana.
e.       Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yang praktik untuk keterampilan tertentu.
Kelemahan:
a.       Sistem ini tidak memungkinkan klien untuk menerima asuhan keperawatan secara holistik dan manusiawi dengan keunikan kebutuhan tiap klien sehingga sulit untuk memuaskan klien.
b.      Pelayanan keperawatan terpilah-pilah atau tidak total sehingga proses keperawatan sulit dilakukan.
c.       Apabila pekerjaan selesai perawat cenderung meninggalkan klien dan melakukan tugas non-keperawatan.
d.      Perawat dengan kompotensi profesional cenderung merasa bosan dan tidak dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan klien. Walaupun secara ekonomi, sistem ini menguntungkan karena pekerjaan bisa dibagi dan dilaksanakan oleh tenaga terampil yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi.
e.       Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai dan sulit diidentifikasi konstribusinya terhadap pelayanan klien.
f.       Perawat hanya melihat asuhan keperawatan sebagai keterampilan saja.
4)      Team Nursing
Keperawatan tim (team nursing), diberikan oleh tim yang terdiri dari beberapa perawat dan tenaga penunjang keperawatan. Setiap tim terdiri dari ketua tim dan beberapa anggota tim, tim ini merawat beberapa pasien tertentu, satu tim terdiri dari ketua tim dan beberapa anggota tim yang bertugas untuk merawat sejumlah klien. Setiap anggota tim terlibat dalam pemberian asuhan yang menjadi tanggung jawab tim. Setiap anggota tim mengenal klien dan dapat berkomunikasi dengan klien. Begitu pula beban kerja lebih menyebar dan pendelegasian lebih berkembang.
Kelebihan :
a.       Sistem ini adalah mengusahakan peningkatan kepuasan pasien dan staf perawat pada batas efisiensi biaya.
b.      Memberi kepuasan angggota tim dalam hubungan interpersonal
c.       Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif.
d.      Memungkinkan pencapaian proses keperawatan.
e.       Konflik atau perbedaan pendapat antar-staf dapat ditekan melalui rapat tim, cara ini efektif untuk belajar.
f.        Memungkinkan menyatukan kemampuan anggota rim yang berbeda-beda dengan aman dan efektif.
Kelemahan :
a.       Memungkinkan terjadinya keterlambatan tindakan.
b.      Terjadi salah komunikasi, pendelegasian dilakukan secara bertingkat, dan tanggung jawab tim sukar diterjemahkan. Keberhasilan tim sangat ditentukan oleh kemampuan ketua tim untuk memimpin tim.
c.       Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d.      Akuntabilitas dalam tim kabur.
5)      Primary Nursing
Keperawatan primer (primary nursing) merupakan pendekatan yang memungkinkan perawat untuk bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap klien mulai dari masuk hingga ke luar dari rumah sakit. Perawat primer melakukan proses keperawatan secara menyeluruh selama klien dirawat di rumah sakit dan bertanggung jawab selama 24 jam yang memungkinkan kesinambungan asuhan keperawatan terhadap klien.
Kelebihan :
a.       Sistem ini adalah berfokus pada kebutuhan klien yang mem-berikan otonomi kepada perawatan dan kesinambungan asuhan.
b.      Model praktik keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
c.       Memungkinkan asuhan keperawatan yang komprehensif.
d.      Memungkinkan penerapan proses keperawatan.
e.       Memberikan kepuasan kerja bagi perawat.
f.       Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.
Kelemahan
Sistem keperawatan primer hanya dapat dilakukan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.
6)      Case Management
Manajemen kasus, yaitu suatu sistem pemberian asuhan klien yang berfokus pada pencapaian keberhasilan klien dengan menggunakan waktu dan sumber secara efisien dan efektif. Sistem ini adalah pemberian, koordinasi dan pemantauan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan klien melalui pendekatan multidisiplin pada semua tatanan dan rentang pelayanan kesehatan. Asuhan dikoordinasi oleh manajemen kasus (case manager), selayaknya perawat.
7)      ProACT (The Professionally Advanced Care Team Model)
Faktor utama menerapkan model ProACT ini adalah kurangnya tenaga keperawatan yang terjadi akibat berbagai faktor antara lain kesempatan mendapatkan penghasilan yang baik, perubahan sistem finansial, dan kurangnya tenaga lulusan perawat.
Model ProACT ini dikembangkan dengan merancang suatu sistem menggunakan dua peran perawat profesional dan meningkatkan kesadaran institusi rumah sakit tentang kemampuan perawat untuk mengelola sumber dan memengaruhi hasil asuhan keperawatan terhadap pasien. Gambaran utama dari model ini adalah:
a)      Memaparkan dua peran perawat profesional, yaitu sebagai perawat primer dan manajer asuhan klinis (clinical care manager).
b)      Peran manajer asuhan klinis memungkinkan manajemen klinis dengan kualitas tinggi.
c)      Mendayagunakan tenaga setara DIII dan SPK untuk memberikan asuhan keperawatan langsung.
d)     Perluasan pelayanan dukungan klinis dan non-klinis pada unit rawat untuk mengurangi tenaga keperawatan melakukan tugas non keperawatan serta lebih meningkatkan pelayanan berfokus pada pasien.
Dalam model ini ditegaskan fungsi manajer asuhan klinis (setara ners spesialis/Sl plus)/ perawat primer (setara SI/DIII plus) dan perawat pelaksana (setara DIII).
Manajer asuhan klinik (clinical care manager) bertanggung jawab untuk hal-hal berikut.                                                       
a)      Mengelola asuhan/pelayanan pasien yang dirawat melalui koordinasi pelayanan yang dilakukan dengan dokter, staf ke­perawatan dan tenaga kesehatan lain.
b)      Memastikan bahwa hasil asuhan terhadap pasien dicapai dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
c)      Melengkapi pengkajian tahap lanjutan terhadap kemampuan dan kebutuhan pasien dan keluarganya sebelum dirawat.
d)     Bertindak sebagai contoh peran dan memberikan pengarahan klinis serta dukungan kepada perawat primer.
e)      Bertanggung gugat selama 24 jam kepada pasien yang berada di bawah pengawasannya.
f)       Mengkaji perkembangan pasien melalui mobilisasi sumber dan tindakan yang diperlukan.
g)      Merencanakan pemulangan dan fasilitas penyuluhan untuk menyiapkan pasien pulang.
Perawat primer bertanggung jawab untuk hal-hal berikut :
a)      Mengelola asuhan keperawatan primer pasien selama dirawat di rumah sakit.
b)      Mengkaji, merencanakan dan mengevaluasi asuhan keperawatan kepada pasien dan berperan serta secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan pelayanan.
c)      Berkonsultasi dengan manajer asuhan klinis mengenai kondisi dan masalah pasien sebagaimana diperlukan.
d)     Mengkaji pasien yang berada di dalam pengawasan selama shift dinas, menetapkan prioritas dan rencana asuhan, serta mendelegasikan pekerjaan kepada perawat pelaksana dan pembantu perawat sesuai kebutuhan.
e)      Menyiapkan pasien dan keluarganya untuk pemulangan.

Perawat pelaksana bertugas untuk hal-hal berikut :
a)      Membantu melaksanakan fungsi keperawatan di bawah peng­awasan perawat profesional dalam memberikan asuhan keperawatan baik langsung maupun tidak langsung untuk mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada saat perawat primer tidak ada di tempat.
b)      Memberikan masukan kepada perawat primer tentang rencana asuhan keperawatan.
Model ProACT ini pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem penugasan keperawatan primer dan sistem tim.
















 
Kepala ruangan (Karu) mempunyai 2 (dua) wakil kepala ruang yang menerima pengarahan administratif dari kepala ruangan dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan shift dinas. Manajer asuhan klinis memberikan pengarahan kepada wakil Karu dinas sore dan malam tentang masalah klinis. Untuk menjabat sebagai wakil Karu diperlukan keterampilan manajerial dengan beberapa tahun pengalaroan klinis dengan das'ar pendidikan SI Keperawatan Penugasan pasien disusun setiap hari oleh Karu dan wakil Karu bekerja sama dengan manajer asuhan klinis.
Perawat pelaksana melakukan asuhan keperawatan yang ditugaskan oleh perawat profesional (RN). Perawat primer, perawat pelaksana dan pembantu perawat bekerja sama dalam memberikan asuhan kdperawatan kepada pasien. Perawat primer dengan dukungan dari manajer asuhan klinis menyelesaikan masalah keperawatan dan mempunyai lebih banyak waktu untuk memberikan asuhan keperawatan dengan perluasan pelayanan dukungan klinis dan non-klinis.
Salah satu tujuan dari model ProACT adalah untuk tetap menjaga esensi sistem keperawatan primer yaitu menjamin hubungan yang baik antara perawat primer pasiennya sementara tetap dapat mendelegasikan berbagai tugas kepada anggota tim lain. Elemen kunci dari hubungan antara perawat pasien ini adalah perawat menjelaskan perannya kepada pasien, memberikan asuhan keperawatan dan menyiapkan rencana asuhan yang selanjutnya dilaksanakan oleh anggota tim, terutama ketika perawat primer tidak ada ditempat.
Manajer asuhan klinis bertanggung jawab untuk mengelola dan mengoordinasi pelayanan kesehatan khususnya keperawatan, biasanya terhadap 10-11 pasien serta memberikan masukan dalam mengevaluasi staf dan mempunyai kewenangan untuk memberikan pengarahan klinis kepada staf keperawatan. Selain itu juga mengatur kegiatan yang berkaitan dengan kebutuhan perawat primer serta membantunya dalam pengkajian dan perencanan asuhan ke­perawatan serta persiapan pemulangan pasien jika diperlukan. Apabila kepala ruangan tidak ada, unit rawat dipimpin oleh manajer asuhan klinis.

H.    Regulasi Keperawatan (Regristrasi & Praktik Keperawatan)
Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan) adalah kebijakan atau ketentuan yang mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas profesinya dan terkait dengan kewajiban dan hak.
Perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya. Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang terkait dengan pekerjaan/profesi (legislasi). Legislasi dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan dan masyarakat. Untuk memberikan perlindungan tersebut di atas, perawat perlu diregistrasi, disertifikasi dan memperoleh izin praktik (lisensi).
Rangkaian kegiatan registrasi, sertifikasi dan izin praktik di­laksanakan cleh pejabat Pemerintah Kantor Dinas Kesehatan dan organisasi profesi (PPNI). Setiap lulusan pendidikan perawat yang akan menjalankan pekerjaan keperawatan wajib memiliki Surat Izin Perawat (SIP) yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (Dinas Kesehatan Provinsi) sebagai persyaratan untuk mendapatkan Surat Izin Kerja (SIK) dan atau Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Keperawatan sebagai profesi dimanifestasikan antara lain melalui praktik profesi yang diatur dalam suatu ketetapan hukum yaitu Undang-undang Keperawatan BAB IV tentang Kompetensi, Registrasi, dan Lisensi Keperawatan, sehingga diharapkan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat terjamin melalui akuntabilitas perawat dalam praktik.
Tujuan Regulasi
Tujuan pokok regulasi keperawatan adalah sebagai berikut:
1.       Menciptakan lingkunggan pelayanan keperawatan yang berdasarkan keinginan merawat (caring environment). Seorang yang telah melalui proses legislasi keperawatan diharapkan memiliki pemahaman dan penghargaan terhadap klien sebagai individu yang memiliki hak sehingga pelayanan keperawatan yang diberikannya merupakan pelayanan keperawatan yang bermutu, manusiawi serta telah memenuhi standar dan etik profesi.
2.       Menjamin bentuk pelayanan keperawatan yang aman bagi klien. Perawat yang akan mengikuti proses legislasi diharuskan mengikuti berbagai latihan dan peningkatan keterampilan secara teratur sehingga mampu memberikan pelayanan keperawatan yang benar, tepat, akurat serta aman bagi klien.
3.       Meningkatkan hubungan kesejawatan (kolegialitas). Seorang perawat yang telah ditetapkan melalui proses legislasi melaksanakan peran dan fungsi serta kewenangan yang sesuai diharapkan mampu membina hubungan profesional dengan anggota tim pelayanan kesehatan lain melalui kegiatan kolaborasi.
4.       Mengembangkan jaringan kerja yang bermanfaat bagi klien. Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan tempat setiap orang yang terlibat memahami standar kerja dan menyadari faktor yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan, secara otomatis berupaya membuat mekanisme kerja pprofesional yang aman dan sesuai standar.
5.       Meningkatkan tanggung jawab profesional dan sosial. Komitmen yang tinggi dari setiap individu dalam suatu sistem  pelayanan untuk bekerja sebaik-baiknya, secara benar, dan jujur akan mampu menimbulkan rasa tanggung jawab yang besar dalam setiap tindakan yang dilakukannya.
6.       Meningkatkan advokasi terutama bagi klien. Melalui proses legislasi yang teratur tempat seseorang memiliki sertifikasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya diharapkan akan dapat menimbulkan kesadaran pentingnya mempertahankan hak klien  dan menghindar dari tindakan yang tidak bertanggung jawab
7.       Meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan keperawatan. Seseorang yang menyadari pentingnya mempertanggungjawabkan semua tindakan yang dilakukan akan merasa penting pula untuk mencatat dan melaporkan seluruh tindakannya itu secara benar, tepat, dan akurat sehingga diharapkan semua dokumen yang ada dapat dipertanggungjawabkan pelayanan yang diberikan kepada klien.
8.       Menjadi landasan untuk pengembangan karier tenaga keperawatan. Melalui proses legislasi yang teratur seseorang akan dapat meningkatkan tanggung jawab, peran dan fungsinya sesuai dengan tingkatkan sertifikasi yang memiliki. Peningkatan ini juga dapat meliputi penjenjangan dalam posisi dan jabatan yang sesuai.
Regulasi perlu mengatur prasyarat pelayanan keperawatan bermutu. Untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat sebagai penerima jasa layanan keperawatan harus didukung adanya beberapa faktor berikut.
1.      Kualifikasi dan jumlah tenaga yang memadai
2.      Sarana dan prasarana kerja yang memadai
3.      Iklim kerja yang kondusif
4.      Budaya organisasi yang mendukung
5.      Struktur organisasi memfasilitasi kewenangan membuat keputusan
6.      Proteksi risiko kerja dan tindak kekerasan
7.      Jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata
8.      Jasa, insentif dan sistem penghargaan yang sesuai
Komponen dalam legislasi keperawatan adalah registrasi, sertifikasi dan lisensi.
1.      Registrasi
Registrasi merupakan proses administrasi yang harus ditempuh oleh seseorang yang ingin melakukan pelayanan keperawatan kepada orang lain sesuai dengan kemampuan atau kompetensi yang dimilikinya.
Tujuan registrasi adalah untuk menjamin tingkat kemampuan perawat memenuhi standar mutu. Dalam proses registrasi perawat akan mendapatkan Surat Izin Perawat (SIP) dan nomor register.
2.      Sertifikasi
Untuk menyatakan kompetensi lanjut yang dimiliki oleh seorang perawat setelah mengikuti program pendidikan formal maupun non-formal. Sertifikasi merupakan prasyarat registrasi dan mendapatkan lisensi. Secara umum, sertifikasi adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan.
Tujuan sertifikasi :
1)      menyatakan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan perilaku - perawat sesuai dengan pendidikan;
2)      menetapkan klasifikasi, tingkat dan lingkup praktik keperawatan sesuai pendidikan;
3)      memenuhi persyaratan registrasi;
4)      memenuhi persyaratan menjalankan praktik keperawatan sesuai area praktik dan kekhususan.




3.      Lisensi
Lisensi adalah pemberian izin melaksanakan praktik keperawatan.
Tujuan lisensi adalah:
1.      membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi yang kompeten;
2.      meyakinkan masyarakat bahwa yang melakukan praktik mempunyai kompetensi yang diperlukan.

I.       Tata Cara Permohonan untuk Memperoleh SIP, SIK, SIPP
Setiap lulusan pendidikan perawat yang akan menjalankan pekerjaan keperawatan wajib memiliki Surat Izin Perawat (SIP) yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagai persyaratan untuk mendapatkan Surat Izin Kerja (SIK) dan atau Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). SIP sebagai bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia, SIK sebagai bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan, dan SIPP sebagai bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat perorangan/kelompok.
1.      Registrasi
Registrasi adalah suatu proses administrasi tempat perawat wajib mendaftarkan diri pada Dinas Kesehatan Provinsi untuk mendapatkan Surat Izin Perawat (SIP) sebagai persyaratan menjalankan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor registrasi.
Sasaran registrasi adalah semua perawat yaitu: perawat Kesehatan (lulusan SPK), Ahli Madya (lulusan Dili Keperawatan), Ners, Ners Spesialis. Keluaran proses registrasi adalah dalam bentuk Surat Izin Perawat (SIP) yang beriaku di seluruh wilayah Indonesia dan nomor registrasi. Nomor registrasi bersifat tetap dan beriaku sepanjang masa untuk setiap perawat. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIP adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Registrasi dibedakan atas registrasi awal dan registrasi ulang. Registrasi awal dilakukan oleh setiap perawat segera setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan keperawatan atau bagi yang sudah bekerja diberikan kesempatan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.
Dalam Undang-undang keperawatan dijelaskan kompetensi perawat yang harus dicapai setelah lulus dari institusi pendidikan yaitu:
a)      Pasal 15
1)      Peserta didik keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan wajib mengikuti Uji Kompetensi Perawat yang bersifat nasional sebelum diangkat sebagai Perawat.
2)      Perawat harus mengikuti Uji Kompetensi secara berkala untuk menjaga mutu Pelayanan Keperawatan.
3)      Pelaksanaan Uji Kompetensi untuk perawat vokasional dan profesional diselenggarakan oleh institusi pendidikan keperawatan yang terakreditasi.
b)      Pasal 16
1)      Uji Kompetensi Perawat dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi Perawat.
2)      Standar kompetensi Perawat meliputi:
a.       aspek pengetahuan;
b.      aspek keterampilan;
c.       aspek sikap, mental, dan moral;
d.      aspek penguasaan bahasa; dan
e.       aspek teknologi.
c)      Pasal 17
1)      Perawat yang lulus Uji Kompetensi mendapatkan Sertifikat Uji Kompetensi yang dikeluarkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
2)      Perawat yang telah memiliki Sertifikat Uji Kompetensi mengajukan permohonan Registrasi kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
3)      Permohonan Registrasi harus memenuhi persyaratan:
a.       memiliki ijazah pendidikan keperawatan;
b.      memiliki Sertifikat Uji Kompetensi; dan
c.       memiliki surat rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat.
4)      Perawat yang telah diregistrasi memperoleh STR yang diterbitkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
d)     Pasal 18
1)      STR merupakan bukti tertulis bagi Perawat yang telah teregistrasi.
2)      STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan harus diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
3)      Registrasi ulang untuk memperoleh STR dilakukan dengan persyaratan

Mekanisme registrasi:
a.    Registrasi awal/SIP awal
1)      Pimpinan penyelenggara pendidikan perawat wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat-lambatnya l (satu) bulan setelah dinyatakan lulus pendidikan keperawatan. Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud menggunakan formulir I Kepmenkes 1239 tahun 2001 (terlampir)
2)      Bagi perawat yang sudah bekerja sebelum Kepmenkes 1239/ 2001 ditertibkan untuk memperoleh SIP juga mengajukan permohonan registrasi menggunakan form A yang diusulkan oleh Kepala Instansi tempat yang bersangkutan bekerja
3)      Formulir A yang telah diisi beserta kelengkapan registrasi, dikirimkan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Provinsi tempat institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu (1) bulan setelah menerima ijazah pendidikan keperawatan
Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:
a)      Foto kopi ijazah pendidikan keperawatan
b)      Fotocopy Sertifikat Uji Kompetensi
c)      Surat rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat.
d)     Surat keterangan sehat dari dokter
e)      Pas foto hitam putih 4x6 sebanyak 2 lembar dan 3x4 sebanyak 2 lembar
b.   Registrasi ulang/SIP ulang
1)      Perawat yang akan melakukan registrasi ulang, 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa berlakunya SIP, mengajukan per­mohonan ke Pengurus PPNI Kabupaten/Kota, untuk memperoleh rekomendasi PPNI.
2)      Mengajukan permohonan registrasi ulang ke Kantor Dinas Kesehatan Provinsi dengan melampirkan kelengkapan registrasi ulang sebagai berikut.
a)      Foto kopi ijazah pendidikan keperawatan terakhir
b)      Surat keterangan sehat dari dokter
c)      Foto kopi SIP
d)     Pas foto ukuran hitam putih 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar
e)      Rekomendasi PPNI
3)      Persyaratan memperoleh rekomendasi dari PPNI
1.      Memiliki 30 SKP (Satuan Kredit Partisipasi) yang terdiri dari:
a)      Pengalaman kerja sebagai perawat minimal 1 (satu) tahun terakhir, bagi yang tidak memenuhi akan mendapatkan perlakuan khusus jika perlu mengikuti ujian;
b)      Kegiatan-kegiatan ilmiah (seminar, lokakarya, menulis buku, penelitian, dll.);
c)      Pelatihan-pelatihan atau sertifikasi.
2.       Tidak sedang menjalani hukuman pelanggaran kode etik oleh organisasi profesi.
3.       Merupakan anggota PPNI.
4.       Membayar biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI).
2.      Izin Praktik Perawat
Izin Praktik Perawat adalah bukti tertulis yang menerangkan kewenangan perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan sesuai dengan bentuk praktik keperawatan yang dilakukannya. Sasaran izin praktik perawat adalah semua perawat yang akan melaksanakan praktik keperawatan.
Keluaran proses mendapatkan perizinan praktik perawat adalah dalam bentuk Surat Izin Kerja (SIK) dan atau Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana.









 






















Gambar 8.3 Alur Pembuatan SIP Ulang

Pelayanan kesehatan dan SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktik perorangan/kelompok ketika yang bersangkutan mendapatkan izin untuk melakukan praktik perawat. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIK atau SIPP adalah Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat yang bersangkutan akan melaksanakan praktik keperawatan.
Jenis perizinan adalah perizinan awal dan perizinan ulang. Perizinan awal untuk SIK diajukan oleh perawat selambat-lambatnya satu bulan setelah diterima bekerja pada suatu institusi pelayanan kesehatan, sedangkan SIPP awal diajukan oleh perawat sebelum yang bersangkutan melakukan praktik perorangan/ kelompok. SIK awal bagi perawat yang sudah bekerja harus dimiliki paling lambat 2 (dua) tahun sejak Kepmenkes di-berlakukan. Perizinan ulang dilakukan oleh setiap perawat setelah memperoleh SIP ulang, perizinan ulang diajukan 6 (enam) bulan sebelum masa berakhirnya SIK dan atau SIPP.
SIK dan SIPP berlaku sepanjang masa berlakunya SIP. Mekanisme terbitnya SIK dan SIPP adalah sebagai berikut.
a.      Penerbitan SIK awal
1)      Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dengan mengajukan permohonan SIK pada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat, menggunakan form III Kepmenkes 1239 (terlampir).
2)      Permohonan SIK selambat-lambatnya 1 bulan setelah bekerja.
3)      Permohonan SIK diajukan ke Kepala Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten setempat dengan melampirkan:
a)      foto kopi SIP,
b)      surat keterangan sehat dari dokter,
c)      surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja atau surat keterangan dari pimpinan institusi pendidikan tentang tanggal mulai bekerja sebagai instruktur klinis,
d)     rekomendasi dari organisasi profesi,
e)      pas foto hitam dan putih ukuran 3x4 sebanyak 1 (satu) lembar dan ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar.
4)      Persyaratan memperoleh rekomendasi PPNI untuk men­dapatkan SIK awal adalah:
a)      menjadi anggota profesi (PPNI),
b)      pembayaran administrasi sebesar Rp. 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) yang ditransfer melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI).
5)      Bagi perawat yang telah bekerja sebelum diterbitkannya Kepmenkes, rekomendasi dapat diajukan secara kolektif ke organisasi profesi (Pengurus PPNI Kabupaten/Kota).
6)   Setelah berkas-berkas persyaratan dipenuhi, permohonan ini diberikan melalui jasa pos ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat yapg bersangkutan akan bekerja.
7)   Apabila permohonan disetujui, Kepala Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten menerbitkan SIK dan diberikan kepada yang bersangkutan dengan tembusan kepada pengurus PPNI Kabupaten/Kota.
8)   Apabila permohonan ditolak Kepala Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten wajib memberikan alasan penolakan tersebut dengan menggunakan formulir VII.


 









b.      Pembaharuan SIK
1)      SIK diperbarui 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku SIK.
2)      Permohonan pembaruan SIK dengan melampirkan:
a)      SIK sebelumnya,
b)      SIP terbaru,
c)      Surat keterangan dari pimpinan instansi tempat bekerja.
3)      Setelah semua persyaratan dipenuhi, permohonan ini dikirim melalui pos ke Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten di wilayah tempat yang bersangkutan bekerja.
4)      Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten menerbitkan SIK lanjutan jika permohonan disetujui.
5)      SIK lanjutan dikirim kepada yang bersangkutan dengan tembusan ke Pengurus PPNI Kabupaten/Kota.
6)      SIK lanjutan tidak diterbitkan jika tidak memenuhi persyaratan dengan memberikan alasan penolakan tersebut dengan menggunakan formulir VII.





c.       Penerbitan SIPP awal
1)      SIPP awal diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat (meng-gunafan form IV Kepmenkes 1239/2001).
2)      SIPP diterbitkan kepada perawat yang minimal memiliki pendidikan dasar Dili Keperawatan.
3)      Permohonan diajukan dengan melampirkan:
a)      foto kopi ijazah pendidikan keperawatan terakhir,
b)      surat pengalaman kerja selama 3 tahun bagi lulusan Dili Keperawatan,                                                  
c)      foto kopi SIP,
d)     rekomendasi dari organisasi profesi PPNI.
4)      Rekomendasi organisasi profesi diperoleh dengan persyaratan berikut.
a)      Menjadi anggota profesi PPNI
b)      Sertifikasi Basic Live Support (BLS)/Advance Live Support (ALS)
c)      SIK bagi Dili Keperawatan
d)     Surat pengalaman kerja minimal 3 tahun bagi lulusan Dili Keperawatan
e)      Memiliki surat keterangan prestasi kerja unluk Dili Keperawatan
f)       Foto kopi SIP terbaru
g)      Alamat dan denah lokasi praktik
h)      Foto kopi tanda bukti kepemilikan tempat praktik
i)        Memenuhi standar peralatan/bahan praktik berkelompok/ pribadi (sesuai dengan lampiran D)
5)      Permohonan rekomendasi PPNI untuk mendapatkan SIPP awal diajukan menggunakan formulir E (terlampir).
6)      Setelah semua persyaratan terpenuhi, permohonan ini diberikan ke Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah tempat yang bersangkutan akan praktik.
7)      Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menerbitkan SIPP, jika permohonan disetujui.
8)      SIPP dikirimkan kepada yang bersangkutan dengan tembusan ke pengurus PPNI Kabupaten/Kota.
9)      SIPP tidak diterbitkan jika tidak memenuhi persyaratan dengan memberikan alasan penolakan tersebut dengan menggunakan formulir VII.


a.      Pembaruan SIPP
a)      SIPP diperbarui 6 bulan sebelum berakhirnya masa berlaku SIPP.
b)      Permohonan pembaruan SIPP dengan melampirkan:
1)      SIP terbaru,
2)      SIPP sebelumnya, dan
3)      Rekomendasi dari organisasi profesi PPNI.
c)      Rekomendasi organisasi profesi diperoleh dengan persyaratan berikut.
1)      Sertifikasi BLS/ALS setahun terakhir
2)      Foto kopi SIP terbaru
3)      Foto kopi SIPP sebelumnya
4)      Alamat dan denah lokasi praktik
5)      Foto kopi tanda bukti kepemilikan tempat praktik
6)      Laporan kegiatan setahun terakhir yang dilaksanakan
d)     Permohonan rekomendasi PPNI untuk mendapatkan SIPP lanjutan diajukan perawat menggunakan formulir F (terlampir).
e)      Setelah semuapersyaratan terpenuhi, permohonan ini dikirimkan ke kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota diwilayah tempat yang bersangkutan melaksanakan praktik.
f)       Kepala Dinas Kesehatan/Kota menerbitkan SIPP lanjutan, jika permohonan disetujui.
g)      SIPP lanjutan dikirimkan kepada yang bersangkutan dengan tembusan ke pengurus organisasi profesi Kabupaten/Kota.
h)      SIPP lanjutan tidak diterbitkan jika tidak memenuhi persyaratan dengan memberikan alasan penolakan tersebut dengan menggunakan formulir VII.
Selain itu dalam Undang-undang keperawatan juga dijelaskan tentang tata cara Perawat asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia, yaitu:
1.      Pasal 24
a.       Perawat Asing yang akan melaksanakan Praktik Keperawatan di Indonesia harus melakukan adaptasi dan evaluasi.
b.      Perawat Asing yang akan melakukan adaptasi dan evaluasi mengajukan permohonan ke Organisasi Profesi Perawat.
c.       Organisasi Profesi Perawat menetapkan tempat pelaksanaan adaptasi dan evaluasi di institusi penyelenggara pendidikan keperawatan sesuai dengan jenjang pendidikan.
d.      Organisasi Profesi Perawat memberikan rekomendasi pada Perawat Asing untuk mengikuti uji kompetensi berdasarkan hasil proses adaptasi dan evaluasi dari institusi pendidikan yang telah ditetapkan
2.      Pasal 25
a.       Perawat Asing yang telah menyelesaikan proses adaptasi dan evaluasi wajib mengikuti Uji Kompetensi.
b.      Uji Kompetensi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 dan Pasal 16.
3.      Pasal 26
a.       Perawat Asing yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang melakukan Pelayanan Keperawatan di Indonesia mengajukan permohonan registrasi kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
b.      Tata cara mengajukan permohonan registrasi untuk memperoleh STR dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 18.
4.      Pasal 27
a.       Perawat Asing yang memiliki STR dan melakukan pelayanan keperawatan di Indonesia mengajukan permohonan SIPP kepada pemerintah kabupaten/kota.
b.      Perawat Asing melakukan Pelayanan Keperawatan di Indonesia berdasarkan atas permintaan pengguna Perawat Asing.
c.       Perawat Asing hanya dapat melakukan Pelayanan Keperawatan di rumah sakit kelas A dan kelas B yang telah terakreditasi serta fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri.
d.      SIPP bagi Perawat Asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
e.       Tata cara pengajuan SIPP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 19.
5.      Pasal 28
a.       Perawat Asing yang telah lulus Uji Kompetensi dalam rangka pendidikan, pelatihan, dan penelitian di Indonesia mengajukan permohonan registrasi sementara untuk memperoleh STR sementara kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
b.      Tata cara memperoleh STR sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
1)      memiliki ijazah pendidikan keperawatan;
2)      memiliki sertifikat uji kompetensi; dan
3)      memiliki surat rekomendasi dari organisasi profesi.
c.       STR sementara bagi perawat asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.

Sedangkan untuk warga Negara Indonesia yang merupakan lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus melalui evaluasi, antara lain (pasal 29 UU Keperawatan):
1)      Perawat WNI lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus melalui evaluasi.
2)      Evaluasi meliputi:
a.       kesahan ijazah;
b.      kemampuan untuk melakukan Praktik Keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c.       memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
d.      membuat surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
3)      Perawat WNI lulusan luar negeri yang telah menyelesaikan proses evaluasi wajib mengikuti Uji Kompetensi.
4)      Uji Kompetensi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 dan Pasal 16.
5)      Perawat WNI lulusan luar negeri yang telah lulus Uji Kompetensi dan melakukan Pelayanan Keperawatan di Indonesia mengajukan permohonan registrasi kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
6)      Perawat WNI lulusan luar negeri yang telah memenuhi ketentuan diberikan STR oleh Konsil Keperawatan Indonesia.

Politik dan Pembuatan Kebijakan dalam Kesehatan dan Keperawatan
      Politik
            politik merupakan hal-hal yang berkaitan dengan Negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya.
      Kesehatan
            Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan fungsional dan atau efisiensi metabolism organism, sering secara implicit manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan kesehatan sebagai “keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan social dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”.
      Politik Kesehatan
            Politik kesehatan merupakan upaya pembangunan masyarakat dalam bidang kesehatan.
            Kesehatan adalah bagian dari politik karena derajat kesehatan atau masalah kesehatan ditentukan oleh kebijakan yang dapat dirahkan atau mengikuti kehendak (amenable) terhadap intervensi kebijakan politik. Kesehatan bagian dari politik karena kesehatan adalah hak asasi manusia.
Hubungan Politik dan Kesehatan
            Politik kesehatan adalah kebijakan Negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan public yang didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warganegara. Sehingga dalam pengambilan keputusan politik khususnya kesehatan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebaliknya politik juga dipengaruhi oleh kesehatan dimana jika kesehatan masyarakat meningkat maka akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
Contoh pengaruh politik dalam kesehatan
  Anggaran kesehatan
  UU Tembakau: Cukei Rokok
  Program pembatasan waktu iklan rokok
Kebijakan pemerintah
A. Kebijakan pembangunan kesehatan
 
  1. Pemantapan kerjasama lintas setoral
  2. Peningkatan perilaku, kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
  3. Peningkatan kesehatan lingkungan
  4. Peningkatan upaya kesehatan
  5. Peningkatan sumber daya kesehatan
  6. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
  7. Peningkatan perlindungan masyarakat terhadap penggunaan formasi, makanan, dan alat kesehatan yang tidak absah/illegal
  8. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
B. Pembangunan kesehatan
a)      Kedudukan
b)      Landasan Kebijakan Pembangunan Kesehatan sebagai berikut:
  1. UU Nomor : 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
  2. UU Nomor : 25 tahun 2000 tentang PROPENAS.
  3. Kep. Men. Kesh. Nomor : 131/ MENKES/SK/II/2014, tentang : Sistem Kesehatan Nasional.
  4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 574/MENKES/SK/IV/2000, tentang : Kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia Sehat 2010.
  5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1202/MENKES/SK/VIII/2013, tentang : Indikator Indonesia Sehat 2010.
c) Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010
1. Paradigma Pembangunan Sehat merupakan Dasar   Pandang dan Model Pembangunan Kesehatan yang dalam jangka panjang:
  Mendorong masyarakat untuk bersikiap lebih mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri.
  Mengutamakan upaya pelayanan yang bersifat promotif dan preventif yang di dukung oleh upaya kuratif dan rehabilitative
2. Visi Pembangunan Sehat
  Visi adalah gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan  kesehatan dirumuskan sebagai : “INDONESIA SEHAT 2010” yang dilandasi dengan:
a)      Penduduk Indonesia hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat
b)      Penduduk Indonesia memiliki kenangan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata
c)      Penduduk Indonesia memiliki derrajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia
3. Misi Pembangunan Sehat
  Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
  Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
  Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
  Memelihara dan meningkatkan  kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkunganya
  4. Tujuan Pembangunan Kesehatan
  Meningkatkan  kesehatan, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
  orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, melalui
  terciptanya visi Indonesia Sehat 2010
Kebijakan PembangunanKesehatan
  Pemantapan kerjasama lintas sektorial
  Peningkatan perilaku, kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
  Peningkatan kesehatan lingkungan
  Peningkatan upaya kesehatan
  Peningkatan sumber daya kesehatan
  Penungkatan kebijakan dan manajemenn pembangunan kesehatan
  Peningkatan perlindungan masyarakat terhadap penggunaan formasi, makanan, dan alat kesehatan yang tidak abash/illegal
  Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar