Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
“Syndrome
Buerger”
Untuk
melengkapi tugas Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen
: Bambang Hermanto S.kep,Ns
Dyah
Yohana Ningsih
015.15.13.874
Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Ngawi
Tahun
Ajar 2014/2015
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Cheryl,L.etal. (2009) mendefnisikan penyakit Buerger
sebagai peradangan nonatherosklerotik, keadaan bendungan yang menganggu
sirkulasi pada kaki dan tangan, menyebabkan lesi segmental dan pembentukan
thrombus pada arteri kecil dan sedang, kadang-kadang pada vena. Penyakit ini
mempunyai insiden terbanyak pada laki-laki muda dengan riwayat pengguna
tembakau.
Penyakit Buerger (Tromboangitis
obliterans) adalah penyumbatan pada arteri dan vena yang berukuran kecil sampai
sedang, akibat peradangan yang dipicu oleh merokok. Berdasarkan studi cohort,
pria perokok sigaret berusia 20-40 tahun lebih banyak yang menderita penyakit
Buerger dibandingkan dengan siapapun.
Penyakit
Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah suatu penyakit vaskulitis
dari pembuluh darah yang paling sering ditemukan pada perokok pria yang berusia
pertengahan. Sering ditemukan feblitis superficial rekurens, sedangkan
vena-vena dalam jarang terkena. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini
bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali
terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah
mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi
dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.
B. Etiologi
Penyebabnya
tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada
hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya
perokok berat karena kemungkinan adanya reaksi hipersensitifitas terhadap nikotin yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah.
Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.Walaupun
penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat dengan
penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam mengawali
serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan penyakit autoimune
lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki sebuah predisposisi genetik
tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai
bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun. Selain
penyakit sistem imun diduga ada hubungan dengan penyakit Raynauld.
C.
Klasifikasi
1. Sumbatan arteri trombotik
a.
Arteri yang sakit
o
ASO
o
TAO
o
arteritides
b.
Arteri normal
1)
Keadaan
hiperkoagulasi
·
Kelainan
mielopro literatif
·
Penyakit usus
ulseratif
·
Trombosis
arteri sederhana idiopatik
2)
Trauma kontusio
atau rusaknya arteri yang parah
3)
Diseksi aorta
2.
Sumbatan arteri embolik
a.
Arteri besar,
sedang, dan kecil bisa disumbat oleh emboli yang muncul dari :
1)
Jantung
·
Penyakit
jantung reumatik.
·
IMA
·
Payah jantung dari semua sebab.
·
Endokardtis
infeksiosa.
·
Miksoma artirum
kiri.
2)
Arteri kecil
dan arteriola bisa disumbat oleh debris ateromatosa dari plak ateromatosa
proksmal atau trombus mural dalam aneursma arteri (embolisasi ateromatosa atau
kolesterol)
3. Jenis
lain dari siumbatan arteri akut:
a.
Spasme arteri,
sekunder terhadap:
·
Ergotisme
·
DOB (4 bromo-2,5dimetoksiamfetamin), obat
”jalanan”
·
Trauma tumpul
·
Suntikan intra
arteri
b. Benda asing
·
Kawat
pembimbing dan kateter.
·
Embolisme
bullient
D.
Patofisiologi
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi
beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi
yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus.
Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi
intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive
pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody
sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.
Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada
pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi
perubahan patologis :
(a) otot
menjadi atrofi atau mengalami fibrosis
(b) tulang mengalami osteoporosis
dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi
osteomielitis
(c) terjadi
kontraktur dan atrofi
(d) kulit
menjadi atrofi
(e) fibrosis
perineural dan perivaskular
(f) ulserasi
dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
E.
Tanda dan Gejala
1.
Rasa Nyeri
a)
Klaukadikasio intermiten,
yaitu bila pasien jalan, pada jarak tertentu akan merasa nyeri pada
ekstremitas, dan setelah istirahat sebentar dapat berjalan lagi. Gejala
tersebut biasanya progresif.
b)
Nyeri spontan berupa rasa nyeri yang hebat pada jari
dan daerah sekitarnya, lebih hebat pada waktu malam. Biasanya merupakan tanda
awal akan terjadinya ulserasi dan gangren.Rasa nyeri ini lebih hebat bila
ekstremitas ditinggikan dan berkurang bila direndahkan.
c)
Bila terjadi osteoporosis kaki akan sakit bila
diinjakkan. Karena saraf juga terganggu, akan ada perasaan hipererestesia.
2.
Pulsasi arteri pada arteri dorsalis pedis dan arteri
tibialis posterior biasanya menghilang.
3.
Terjadi perubahan warna pada jari - jari yang terkena
menjadi merah, normal, atau sianotik, tergantung dari lanjutnya penyakit.
4.
Suhu kulit pada daerah yang terkena akan lebih rendah
pada palpasi.
5.
Ulserasi dan gangren, sering terjadi spontan atau
karena mikrotrauma. Gangren biasanya unilateral dan terdapat pada ujung jari.
6.
Tromboflebitis superfisial biasanya mengenai vena
kecil dan sedang.
F.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
anggota gerak untuk melihat :
a) Tanda –
tanda osteoporosis tulang – tulang.
b) Tanda – tanda
klasifikasi arteri
2. Arteriografi
Ciri khas
dari gambaran arteriografi pada tromboangitis obliteran’s yaitu bersifat
segmental, artinya sumbatan terdapat pada beberapa tempat, tapi segmen diantara
tempat yang tersumbat itu normal. Pada kasus lanjut, biasanya terjadi
kolateralisasi.
3. Pemeriksaan
Doppler
Dapat
membantu mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh.Metode penggambaran
secara modern, seperti computerize tomography (CT) dan Magnetic resonance
imaging (MRI) Pada pasien dengan ulkus kaki yang dicurigai Tromboangitis
Obliterans, Allen test sebaiknya dilakukan untuk mengetahui sirkulasi darah
pada tangan dan kaki.
4. Angiografi
Angiography
adalah pencitraan pembuluh darah menggunakan air-larut ionik atau nonionik
media yang kontras sinar X disuntikkan ke dalam aliran darah arteri
(arteriografi) atau pembuluh darah (venography). Untuk pembuluh getah bening,
media kontras digunakan berminyak.
Angiografi
berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari sistem kapal
penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran aneurismal.
G.
Penatalaksanaan
- Tindakan untuk menghentikan progresifitas penyakit, antara lain pasien mutlak harus berhenti merokok.
- Tindakan untuk menimbulkan vasodilatasi:
a) Simpatektomi
lumbal, yaitu dengan mengangkat 2-3 buah ganglion simpatik LI dan LIII (LI –
LIV).Tindakan ini masih kontroversi.
b) Mencegah
vasokontriksi dengan menjaga suhu.
- Bagian kepala dari tempat tidur dapat ditinggikan 15-20 cm diatas balok, sehingga gaya gravitasi membantu mengalirkan darah menuju arteri-arteri.
- Tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada klaudikasio intermiten ialah dengan jangan banyak jalan.
- Pencegahan dan pengobatan terhadap ulserasi/ gangren dengan cara:
a)
Mencegah trauma /infeksi penting untuk memelihara
kebersihan kaki.
b)
Direndam dengan larutan permanganat kallikus 1/5000
selama 20 menit setiap hari.
c)
Antibiotik.
6.
Pengobatan spesifik.
Dari
pengobatan spesifik yang telah ditemukan belum ada yang diterima secara luas,
walaupun antikoagulan, dekstran, fenilbutazon, piridinolkarbanat, inositol
niasinat dan steroid direkomendasikan. Lebih baru lagi dikatakan terapi dengan
prostaglandin (PGA1 ) dan defibrotide sama baiknya dengan zat pencegah agregasi
platelete.
Iskemia
tangan yang berat akibat trombosis akut pada tromboangitis obliterans, secara
dramatis membaik dengan infus Urokinase intra arteri yang dilanjutkan dengan
angioplasty dengan kateter balon. Pada pembuluh darah kecil dan pemberian
antikoagulasi.
7.
Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif
pada lula-luka ektremis untuk menghindari infeksi
9.
Penderita dengan gangren, luka-luka atau nyeri ketika
beristirahat, perlu menjalani tirah baring.
10. Penderita
harus melindungi kakinya dengan pembalut yang memiliki bantalan tumit atau
dengan sepatu boot yang terbuat dari karet.
Penderita juga harus menghindari:
- Pemaparan terhadap dingin
- Cedera karena panas, dingin
atau bahan (seperti iodine atau asam) yang
digunakan untuk mengobati kutil dan kapalan
- Cedera karena sepatu yang
longgar/sempit atau pembedahan minor
- Infeksi jamur
- Obat-obat yang dapat
mempersempit pembuluh darah.
Komplikasi
Adapun
komplikasi yang diakibatkan oleh tromboangitis :
·
Amputasi
·
Gangrene (kematian jaringan)
·
Kehilangan sirkulasi luar ekstremitas yang
terkena ketika ke kontak profesionalmedis
·
Hypertensi
·
Stroke (untung masih baru stoke ringan)
·
Osteoporisis ( tulang keropos)
·
Atropi (penyusutan jaringan)
·
Pertumbuhan kuku terhambat dan menjadi rusak.
·
muntah dan berak darah akibat selalu mengkonsumsi obat penahan sakit dan obat
pengencer darah (aspilet)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan iskemia otot.
2. Risiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi.
3. Perubahan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penghentian
aliran darah arteri.
4. Gangguan pola
tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
I. INTERVENSI
1.Ganguan rasa nyaman (
nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri
berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan
metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita
bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin,
tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x
/menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1.
Kaji tingkat, frekuensi, dan
reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui
berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.
Jelaskan pada pasien tentang
sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama
dalam melakukan tindakan.
3.
Ciptakan lingkungan yang
tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4.
Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
5.
Atur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.
Lakukan massage dan kompres
luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat
meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai
desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.
a.
Diagnosa no. 2
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar
luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1.
Kaji luas dan keadaan luka
serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Rawat luka dengan baik dan
benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi
tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian
anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
. 3.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penghentian
aliran darah arteri.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi
perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak
pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak
bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1.
Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi
meningkatkan sirkulasi darah.
2.
Ajarkan tentang faktor-faktor
yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah
dari jantung ( posisi elevasi
pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
3.
Ajarkan tentang modifikasi
faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
4.
Kerja sama dengan tim kesehatan
lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan
terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
4.Gangguan pola tidur
berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang
dan wajah segar.
3. Pasien
mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2.
Kaji tentang kebiasaan tidur
pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.
Kaji adanya faktor penyebab
gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana
ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4.
Anjurkan pasien untuk menggunakan
pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
A. ASUHAN
KEPERAWATAN
Pemberian
Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).
Perawat
memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu
proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama
lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk
suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
1. Pengkajian
Pengumpulan
Data
Data-data
yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a.
Identitas Pasien
Pada
tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b.
Keluhan Utama
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan buerger syndrome (Tromboangitis obliterans) adalah Gejala (symptom) yang
paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya. Nyerinya
bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila
ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat
paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan
lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan
menetap.
c.Riwayat
Penyakit Sekarang
Pasien
dengan buerger syndrome biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
rasa nyeri Jika terpapar suhu rendah, kaki bawah
awalnya dingin, sianotik dan mati rasa, kemudian menjadi merah, panas, dan
kesemutan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d.Riwayat
Penyakit Dahulu
Perlu
ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit menurun
atau menular.
f.
Riwayat Psikososial
Meliputi
perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
c.
Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya
tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
2) Pola
nutrisi dan metabolisme
Dalam
pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan.
3) Pola
eliminasi
Dalam
pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4) Pola
aktivitas dan latihan
Akibat
nyeri pada ekstermitas atau daerah daerah yang terserang mengakibatkan
terganggunya aktifitas klien.
5) Pola
hubungan dan peran
Akibat
dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan
pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping
itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
6) Pola
persepsi dan konsep diri
Persepsi
pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, nyeri dan jika sudah parah akan terdapat ganggreng dan ulkus.
Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah
penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
d.
pemeriksaan fisik
Status kesehatan
umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,
tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
a.
Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
b.
Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah
sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
c.
Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d.
Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e.
Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
f.
Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa
panas atau sakit saat berkemih.
g.
Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn
tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h.
Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2.
Pemeriksaan laboratorium
Saat ini belum ada pemeriksaan laboratoriumkhusus untuk
mendiagnosis penyakitBuerger. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk membantu diagnosis adalah sebagai
berikut1-8,10:
a. Darah lengkap, hitung platelet
b. Tes fungsi hati
c. Tes fungsi ginjal dan urinalisis
d. Gula darah puasa untuk menyingkirkan
diabetes melitus
e. Profi l lipid
f. Tes Venereal
Disease Research Laboratory
(VDRL)
g. Penapisan autoimun:
• Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren).
Pada penyakit Buerger biasanya normal.
• Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit
Buerger biasanya normal.
• Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit
Buerger normal.
• Antibodi antisentromer merupakan petanda
serologis untuk sindrom CREST dan Scl
70 (penanda serologis untuk skleroderma).
h. Penapisan keadaan hiperkoagulasi:
• Kadar protein C, protein S, dan antitrombin
a.
Analisa Data
Data yang sudah terkumpul
selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam
mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman
pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1.
Kebutuhan dasar atau fisiologis
2.
Kebutuhan rasa aman
3.
Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4.
Kebutuhan harga diri
5.
Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah
dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah
keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk
diagnosa keperawatan meliputi aktual,
potensial, dan kemungkinan.
1.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah
kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.
Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Syndrome Buerger antara lain :
1. Nyeri kronis berhubungan dengan iskemia otot.
2. Risiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi.
3. Perubahan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penghentian
aliran darah arteri.
4.
Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka di kaki.
Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan
aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan
keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan
sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan
aktivitas keperawatan.
1.Ganguan rasa nyaman (
nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri
berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan
metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita
bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin,
tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x
/menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
8.
Kaji tingkat, frekuensi, dan
reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui
berapa berat nyeri yang dialami pasien.
9.
Jelaskan pada pasien tentang
sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama
dalam melakukan tindakan.
10.
Ciptakan lingkungan yang
tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
11.
Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
12.
Atur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
13.
Lakukan massage dan kompres
luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat
meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai
desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
14.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.
b.
Diagnosa no. 2
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar
luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
4.
Kaji luas dan keadaan luka
serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
5.
Rawat luka dengan baik dan
benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi
tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
6.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian
anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
. 3.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penghentian
aliran darah arteri.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi
perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak
pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak
bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
5.
Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi
meningkatkan sirkulasi darah.
6.
Ajarkan tentang faktor-faktor
yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah
dari jantung ( posisi elevasi
pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
7.
Ajarkan tentang modifikasi
faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
8.
Kerja sama dengan tim kesehatan
lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan
terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
4.Gangguan pola tidur
berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang
dan wajah segar.
3. Pasien
mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
6.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
7.
Kaji tentang kebiasaan tidur
pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
8.
Kaji adanya faktor penyebab
gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana
ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
9.
Anjurkan pasien untuk menggunakan
pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
10.
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
7.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah
tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan
untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat
mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.
Berhasil : prilaku pasien
sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.
Tercapai sebagian : pasien
menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan
tujuan.
3.
Belum tercapai. : pasien tidak
mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan
tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar