ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU DENGAN MIOMA UTERI
PADA IBU DENGAN MIOMA UTERI
Untuk melengkapi
tugas Maternitas
Dosen : Agnes
Mariasih,SST.MPH
NAMA KELOMPOK :
DAVID PRASETYO (015.15.13.860)
DWI MEI ARIE (015.15.13.871)
DYAH YOHANA NINGSIH (015.15.13.874)
AKADEMI
KEPERAWATAN PEMKAB.NGAWI
T.A 2014/2014
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU DENGAN MIOMA UTERI
PADA IBU DENGAN MIOMA UTERI
I. Pengkajian
1.
Data subyektif
a.
Biodata
Umur 35-45 tahun mempunyai resiko terkena mioma uteri (20%) dan jarang terjadi setelah menopause, karena pada menopause estrogen menurun, suku bangsa kulit hitam lebih banyak beresiko terkena mioma daripada kulit putih (Wiknjosastro, 2006:338-339).
Umur 35-45 tahun mempunyai resiko terkena mioma uteri (20%) dan jarang terjadi setelah menopause, karena pada menopause estrogen menurun, suku bangsa kulit hitam lebih banyak beresiko terkena mioma daripada kulit putih (Wiknjosastro, 2006:338-339).
b.
Keluhan utama
·
Pada mioma yang sering dirasakan oleh penderita adanya
perdarahan dapat berupa hipermenorrhoe, menorrhagia atau metrorrhagia, nyeri
perut bagian bawah, teraba tumor di bagian bawah dan gangguan BAK (polakisuria,
disuria dan retensio uria), gangguan BAB (obstipasi/tenesmus dan adanya oedem
pada tungkai akibat penekanan oleh mioma) (Sastrawinata, 1996:158-159).
·
Adanya perdarahan tidak teratur, pusing, cepat lelah, sukar
BAK/BAB serta terasa nyeri (Manuaba, 1998:410).
c.
Riwayat kesehatan
Pada mioma uteri sering ditemukan pada penderita yang sering mengalami perdarahan (hypermenorrhoe, menorrhagia, metrorrhagia) yang lama dan terus menerus kadang-kadang disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah dan riwayat kontak berdarah dan dyspareunia (Hamilton, 1995:18-19).
Pada mioma uteri sering ditemukan pada penderita yang sering mengalami perdarahan (hypermenorrhoe, menorrhagia, metrorrhagia) yang lama dan terus menerus kadang-kadang disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah dan riwayat kontak berdarah dan dyspareunia (Hamilton, 1995:18-19).
d.
Riwayat kesehatan keluarga
Dalam anggota keluarga pasien (ibu, kakak) yang pernah menderita penyakit yang sama seperti yang berupa perdarahan yang terus menerus dan lama karena predisposisi dari mioma atau faktor keturunan. Pada keluarga adakah riwayat gangguan pembekuaan darah dapat mengakibatkan perdarahan yang sulit berhenti (Wiknjosastro, 2006:338).
Dalam anggota keluarga pasien (ibu, kakak) yang pernah menderita penyakit yang sama seperti yang berupa perdarahan yang terus menerus dan lama karena predisposisi dari mioma atau faktor keturunan. Pada keluarga adakah riwayat gangguan pembekuaan darah dapat mengakibatkan perdarahan yang sulit berhenti (Wiknjosastro, 2006:338).
e.
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan haid
1)
Kehamilan
Pada mioma uteri mungkin menurunkan fertilitas. Pengaruh mioma uteri pada kelahiran harus segera diwaspadai dengan ibu riwayat kehamilan yang sering abortus, kelainan letak, placenta previa dan placenta areta pada nullipara/kurang subur kemungkinan terkena mioma lebih besar dibandingkan ibu yang pernah hamil.
Pada mioma uteri mungkin menurunkan fertilitas. Pengaruh mioma uteri pada kelahiran harus segera diwaspadai dengan ibu riwayat kehamilan yang sering abortus, kelainan letak, placenta previa dan placenta areta pada nullipara/kurang subur kemungkinan terkena mioma lebih besar dibandingkan ibu yang pernah hamil.
2)
Persalinan dan nifas
Pada riwayat persalinan ibu sering mengalami persalinan yang lama karena mioma menghalangi jalan lahir serta timbulnya perdarahan post partum.
Pada riwayat persalinan ibu sering mengalami persalinan yang lama karena mioma menghalangi jalan lahir serta timbulnya perdarahan post partum.
3)
Haid
Pada riwayat haid sering ditemukan adanya hypermenorrhoe, menorrhagia dan disertai dengan dismenorhoe yang hebat harus diwaspadai terjadinya mioma uteri pada ibu dengan riwayat tersebut di atas dan kapan HPHT untuk mengetahui siklus haid atau hamil dengan perdarahan abortus (Sastrawinata, 1996:158-159).
Pada riwayat haid sering ditemukan adanya hypermenorrhoe, menorrhagia dan disertai dengan dismenorhoe yang hebat harus diwaspadai terjadinya mioma uteri pada ibu dengan riwayat tersebut di atas dan kapan HPHT untuk mengetahui siklus haid atau hamil dengan perdarahan abortus (Sastrawinata, 1996:158-159).
f.
Riwayat KB
Penggunaan KB hormonal dengan kadar estrogen yang tinggi merupakan faktor pencetus timbulnya mioma karena estrogen lebih tinggi kadarnya daripada wanita yang menggunakan KB non hormonal (Wiknjosastro, 1999:345).
Penggunaan KB hormonal dengan kadar estrogen yang tinggi merupakan faktor pencetus timbulnya mioma karena estrogen lebih tinggi kadarnya daripada wanita yang menggunakan KB non hormonal (Wiknjosastro, 1999:345).
g.
Pola kebiasaan sehari-hari
Pada pola kebiasaan sehari-hari terutama pada pola eliminasi ibu akan mengalami gangguan BAK yang dapat berupa polakisuriam dysuria dan kadang terjadinya retensio urine dan gangguan BAK seperti obstipasi dan tenesmus. Pola seksual ibu dalam berhubungan seksual kontak berdarah, dyspareunia karena adanya mioma pada alat genetalia interna, yang bisa menyebabkan libido ibu menurun (Sastrawinata, 1996:156).
Pada pola kebiasaan sehari-hari terutama pada pola eliminasi ibu akan mengalami gangguan BAK yang dapat berupa polakisuriam dysuria dan kadang terjadinya retensio urine dan gangguan BAK seperti obstipasi dan tenesmus. Pola seksual ibu dalam berhubungan seksual kontak berdarah, dyspareunia karena adanya mioma pada alat genetalia interna, yang bisa menyebabkan libido ibu menurun (Sastrawinata, 1996:156).
h.
Kondisi psikososial
Ibu mengalami kecemasan disebabkan karena dampak/gejala yang ditimbulkan oleh adanya penyakit seperti perdarahan yang terus menerus dan lama.
Ibu mengalami kecemasan disebabkan karena dampak/gejala yang ditimbulkan oleh adanya penyakit seperti perdarahan yang terus menerus dan lama.
i.
Kondisi spiritual
Ibu merasa terganggu dalam menjalankan ibadah terutama pada agama Islam karena perdarahan yang bersifat terus menerus dan lama.
Ibu merasa terganggu dalam menjalankan ibadah terutama pada agama Islam karena perdarahan yang bersifat terus menerus dan lama.
2.
Data obyektif
Keadaan umum: kesadaran ibu dapat composmentis sampai somnolen karena adanya perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan dan penampilan ibu tampak nyeri perut dan KU lemah serta tampak pucat dan anemis.
Keadaan umum: kesadaran ibu dapat composmentis sampai somnolen karena adanya perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan dan penampilan ibu tampak nyeri perut dan KU lemah serta tampak pucat dan anemis.
a.
Tanda-tanda vital
1)
Suhu
Dapat normal dan dapat mengalami peningkatan apabila ditemukan adanya infeksi atau dehidrasi berat.
Dapat normal dan dapat mengalami peningkatan apabila ditemukan adanya infeksi atau dehidrasi berat.
2)
Nadi
Dalam keadaan shock hipovolemik dan dehidrasi berat dan akan terjadinya takikardia akibat dari terjadinya perdarahan (N < 100×/menit).
Dalam keadaan shock hipovolemik dan dehidrasi berat dan akan terjadinya takikardia akibat dari terjadinya perdarahan (N < 100×/menit).
3)
Tekanan darah
Dalam keadaan shock hipovolemik/dehidrasi berat karena perdarahan akan terjadi penurunan tensi (hipotensi).
Dalam keadaan shock hipovolemik/dehidrasi berat karena perdarahan akan terjadi penurunan tensi (hipotensi).
4)
Pernafasan
Mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder yaitu sesak nafas karena gangguan sirkulasi O2 dalam darah berkurang dengan adanya penurunan kadar Hb oleh perdarahan sehingga kadar CO2 dalam darah meningkat (N = 10-20×/menit) (Pearce, 142:222).
Mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder yaitu sesak nafas karena gangguan sirkulasi O2 dalam darah berkurang dengan adanya penurunan kadar Hb oleh perdarahan sehingga kadar CO2 dalam darah meningkat (N = 10-20×/menit) (Pearce, 142:222).
b.
Pemeriksaan khusus
1)
Inspeksi
a)
Muka
Tampak pucat sebagai tanda adanya anemia serta akan keluar keringat dingin bila terjadi syok.
Tampak pucat sebagai tanda adanya anemia serta akan keluar keringat dingin bila terjadi syok.
b)
Mata
Konjungtiva palpebra pucat oleh karena adanya anemia akibat dari perdarahan yang terus menerus, banyak dan lama.
Konjungtiva palpebra pucat oleh karena adanya anemia akibat dari perdarahan yang terus menerus, banyak dan lama.
c)
Abdomen
Teraba tumor di bagian bawah, keras/kenyal, bentuk tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri bila terjadi infeksi.
Teraba tumor di bagian bawah, keras/kenyal, bentuk tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri bila terjadi infeksi.
d)
Genetalia
Adanya perdarahan pervaginam yang banyak encer sampai bergumpal-gumpal adakah varises yang pecah, pembesaran kelenjar bartholini atau condiloma acuminata dan bau yang khas pada daerah genetalia.
Adanya perdarahan pervaginam yang banyak encer sampai bergumpal-gumpal adakah varises yang pecah, pembesaran kelenjar bartholini atau condiloma acuminata dan bau yang khas pada daerah genetalia.
e)
Anus
Akan timbul hemoroid, luka dan varises pecah karena keadaan obstipasi akibat penekanan mioma pada rektum.
Akan timbul hemoroid, luka dan varises pecah karena keadaan obstipasi akibat penekanan mioma pada rektum.
f)
Ekstremitas
Oedem pada kaki karena adanya tekanan pada vena cava inferior dan pada limfa oleh adanya mioma pada panggul (Sastrawinata, 1996:158-159).
Oedem pada kaki karena adanya tekanan pada vena cava inferior dan pada limfa oleh adanya mioma pada panggul (Sastrawinata, 1996:158-159).
c.
Pemeriksaan dalam
1)
Teraba tumor berasal dari rahim dan pergerakan tumor bisa
bebas atau terbatas (Manuaba, 1998:411).
2)
Pada mioma sub mucosa dapat mempunyai tangkai yang
berhubungan dengan uterus dan teraba di canalis servikalis dan teraba benjolan
pada permukaan cavum uteri.
3)
Cavum uteri tidak dapat teraba sendiri (Sastrawinata,
1996:160-161).
d.
Pemeriksaan penunjang
1)
USG
2)
Histerografi/histerocopi (Wiknjosastro, 2006:344-345).
e.
Pemeriksaan laborat
1)
Hb
Terjadi penurunan apabila disertai perdarahan, serta penurunan Hb yang berat maka gambaran adanya perdarahan yang hebat.
Terjadi penurunan apabila disertai perdarahan, serta penurunan Hb yang berat maka gambaran adanya perdarahan yang hebat.
2)
PA
Pada pemeriksaan tidak terdapat keganasan maka akan dilakukan pengobatan sesuai dengan prosedur terapi mioma dan bila terjadi keganasan akan dilakukan prosedur pengobatan cancer seperti radiaso, cytostatika dan lain-lain (Sastrawinata, 1996:161-162)
Pada pemeriksaan tidak terdapat keganasan maka akan dilakukan pengobatan sesuai dengan prosedur terapi mioma dan bila terjadi keganasan akan dilakukan prosedur pengobatan cancer seperti radiaso, cytostatika dan lain-lain (Sastrawinata, 1996:161-162)
II.Diagnosa yang mungkin muncul
1. Diagnosa
:Gangguan
rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka operasi
2. Resiko gangguan
volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan peroral
3. Resiko gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
makanan tidak adekuat
4. Kurang
pengetahuan tentang prognosisi,
perkembanagn penyakit dan perawatan serta pengobatan pasca operatif.
5. Resiko tinggi
gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pasca opersi
RENCANA KEPERAWATAN
1.Diagnosa :Gangguan rasa
nyaman : nyeri berhubungan dengan luka operasi
Tujuan : Mengatakan bahwa rasa sakit telah
terkontrol
Tampak
santai, dapat beristirahat / tidur dan ikut beraktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1.
Catat umur dan berat pasien, masalah medis/psikologis yang
muncul kembli, sensitivitas idiosinkratik analgetik dan proses intra operasi
(lokasi, ukuran, zat-zat anestesi) yang digunakan.
R/ Pendekatan pada manajemen rasa sakit
pasca opersi berdasarkan kepada faktor-faktor variasi multiple.
2.
Evaluasi rasa sakit secara reguler (mis setiap 2 jam x 12)
catat karakteristik, lokasi dan intensitas.
R/ Sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi
- Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapkan untuk prosedur
R/ Perhatikan
hal-hal yang tidak dikethui (mis. Hasil biopsi) dan/atau persiapan inadekuat
dapat memperburuk persepsi pasienakan rasa sakit.
- Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardi, hipetnsi dan peningkatan pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit
R/ Dapat
mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan
- Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
R/ Ketidaknyamanan
mungkin disebabkan/diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang
tidak tetap, selang NG, jarum parenteral.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
R/ Pahami penyebab
ketidaknyamanan
- Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi fowler, miring
R/ Mungkin
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
- Dorong menggunakan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
R/ Lepaskan
tegangan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan
kemampuan koping.
- Berikan perawatan oral reguler
R/ Mengurangi
ketidak nyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering pada
zat-zat anestesi, restriksi oral.
- Observasi efek analgesik
R/ Respirasi
mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek
sinergistik dengn zat-zat anestesi.
- Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
R/ Analgesik IV
akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang
lebih efektif dengan dosis kecil.
2. Diagnosa :Resiko gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan pembatasan masukan peroral
Tujuan :
Mempertahankan/menunjukkan
perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh keluaran urine yang adekuat, tanda-tanda vital stabil,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi:
1.Awasi tanda
vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit.
R/ Indikasi keadekuatan volume sirkulasi. Hipotensi ortostatik dapat
terjadi dengan resiko
jatuh/vedera segera setelah perubahan posisi
2.AwAi jumlah dan
tipe masukan cairan. Ukur haluaran urine dengan akurat
R/ Pasien tidak
mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan
untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.
3.Identifikasi
rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal mis
jadwal masukan cairan
R/ Melibatkan
pasien dalam rencana untuk memperbaiki ketidakseimbangan memperbaiki kesempatan
untuk berhasil.
4.Kaji hasil test
fungsi elektrolit (kolaborasi)
R/ Perpindahan
cairan elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi
penyembuhan pasien/prognosis dan memerlukan intervensi tambahan.
5.Berikan/awasi
hipealimentasi IV
R/ Tindakan darurat untuk
memperbaiki ketidakseimbangan cairan/elektrolit.
3.Diagnosa : Resiko gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
makanan tidak adekuat
Tujuan :
Pola diet dengan
masukan kalori adekuat untuk meningkatkan/mempertahankan
berat badan yang tepat.
Intervensi
1.Kaji peristaltik
usus klien
R/ Kembalinya
peristaltik usus menendakan keadekuatan sistem gastrointestinal setelah
diistirahatkan karena anestesi
2.Pantau
keadekuatan intake per parenteral
R/ Pengganti
masukan peroral melalui perparenteral selama bisisng usus belum kembali normal
3.Berikan masukan
peroral bila peristaltik baik dan tidak ada kontra indikasi.
R/ Latihan dimulai
dari yang halus sampai akhirnya yang lebih kasar
4.Kolaborasi
pemberian parenteral
R/ Pengganti masukan peroral
4. Diagnosa
:Kurang pengetahuan
tentang prognosisi, perkembanagn
penyakit dan perawatan serta
pengobatan pasca operatif.
Tujuan :
Menuturkan
pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan
Memulai
perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam progam perawatan
Intervensi :
1.Tinjau ulang
pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa datang
R/ Sediakan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
2.Tinjau ulang dan
minta pasien/orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka/balutan jika
diindikasikan. Identifikasi sumber-sumber untuk persediaan.
R/ Meningkatkan
kompetensi perawatan diri dan meningkatkan kemandirian
3.Kaji tingkat
pemahaman klien
R/ Berikan
fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
4.Diskusikan terapi
obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan anlgesik
R/ Meningkatkan
kerjasama dengan regimen; mengurangi risiko reaksi merugikan/efek-efek yang
tidak menguntungkan.
5.Tekankan
pentingnya kunjungan lanjutan
R/ Memantau
perkembangan penyembuhan dan mengevaluasi keefektifan regimen.
6.Libatkan orang
terdekat dalam program pengajaran. Menyediakan instruksi tertulis/materi
pengajaran.
R/ Memberikan
sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah penghentian.
5.Diagnosa : Resiko tinggi
gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pasca opersi
Tujuan
:
Perfusi
jaringan adekuat dengan tanda-tanda: tanda vital stabil, adanya denyut nadi
perifer yang kuat, kulit hangat/kering, kesadaran normal, pengeluaran urine
sesuai dengan individu.
Intervensi
:
1.Ubah posisi
secara perlahan di tempat tidur dan pada saat pemindahan (terutama pada pasien
yang mendapatkan obat anestesi Fluothene)
R/ Mekanisme
vasokonstriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi
2.Bantu latihan
rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut
R/ Menstimulasi
sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis sehingga menurunkan
resiko pembentukan thrombus.
3.Bantu dengan
ambulasi awal
R/ Meningkatkan
sirkulasi dan mengembalikan fungsi normal organ
4.Cegah dengan
menggunakan bantal yang diletakkan dibawah lutut. Ingatkan pasien agar tidak
menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki trgntung lama.
R/ Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis dan menurunkan risiko
tromboplebitis
5.Kaji ekstremitas
bagiian bawah seperti adany eritema, tanda Homan positif.
R/Sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk beberapaposisi selama proses
opersi, sementara itu obat-obatan anestesi dan menurunkan aktivitas dengan
mengganggu tonusitas vasomotor, kemungkinan bendungan vascular dan peningkatan risiko
pembentukantrombus
III.Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan tahap ketiga
dalam proses asuhan kebidanan yang merupakan perwujudan dari rincian tindakan
yang telah disuusun dalam tahap perencanaan. Implementasi akan dilaksanakan
pada kasus nyata sesuai dengan situasi dan kondisi klien (Depkes RI, 1995:11)
IV.Evaluasi
Merupakan hasil tahap akhir dengan proses asuhan
kebidanan untuk menilai tentang kriteria hasil yang dicapai apakah dengan
rencana atau tidak. Dalam evaluasi dilakukan dengan SOAP.
S : Data
subyektif yang didapatkan dari keluhan klien
O : Data
obyektif yang didapatkan dari hasil pemikiran oleh petugas yang terkait.
A : Assesment
berisi kesimpulan dari data subyektif dan obyektif yang menunjukkan tingkat keberhasilan
tindakan yang telah dilakukan atau pun masalah yang baru muncul
P : Perencanaan
merupakan perencanaan lanjut tindakan yang sudah dicapai dengan berpedoman pada
tingkat keberhasilan yang telah dicapai. (Depkes RI, 1995:11)
Carpenito,
Lynda Juall, Diagnosa Keperawatan,
EGC, Jakarta, 2000.
Depkes
RI Pusdiknakes, Asuhan Kebidanan pada Ibu
dengan Gangguan Sistem Reproduksi, Jakarta, 1992.
Manuaba,
Ida Bagus Gde, Ilmu Kebidanan dan
Keluarga Berencana, EGC, Jakarta, 1996.
Sastrawinata,
Sulaiman, Obstetri Gynekologi, UNPAD,
Bandung, 1994.
Universitas
Padjadjaran Bandung, Obstetri Fisiologi,
Bandung, 1984.
Wiknjosastro,
Hanifa, Ilmu Kandungan, YBP-SP,
Jakarta, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar