Jumat, 17 Oktober 2014

Asuhan Keperawatan Pada ibu dengan mioma uteri



ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU DENGAN MIOMA UTERI

Untuk melengkapi tugas Maternitas
Dosen : Agnes Mariasih,SST.MPH



NAMA KELOMPOK :

DAVID PRASETYO                     (015.15.13.860)
DWI MEI ARIE                             (015.15.13.871)
DYAH YOHANA NINGSIH        (015.15.13.874)



AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB.NGAWI
T.A 2014/2014
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU DENGAN MIOMA UTERI

I.       Pengkajian

1.      Data subyektif
a.       Biodata
Umur 35-45 tahun mempunyai resiko terkena mioma uteri (20%) dan jarang terjadi setelah menopause, karena pada menopause estrogen menurun, suku bangsa kulit hitam lebih banyak beresiko terkena mioma daripada kulit putih (Wiknjosastro, 2006:338-339).
b.      Keluhan utama                                                                                         
·         Pada mioma yang sering dirasakan oleh penderita adanya perdarahan dapat berupa hipermenorrhoe, menorrhagia atau metrorrhagia, nyeri perut bagian bawah, teraba tumor di bagian bawah dan gangguan BAK (polakisuria, disuria dan retensio uria), gangguan BAB (obstipasi/tenesmus dan adanya oedem pada tungkai akibat penekanan oleh mioma) (Sastrawinata, 1996:158-159).
·         Adanya perdarahan tidak teratur, pusing, cepat lelah, sukar BAK/BAB serta terasa nyeri (Manuaba, 1998:410).
c.       Riwayat kesehatan                                                                                   
Pada mioma uteri sering ditemukan pada penderita yang sering mengalami perdarahan (hypermenorrhoe, menorrhagia, metrorrhagia) yang lama dan terus menerus kadang-kadang disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah dan riwayat kontak berdarah dan dyspareunia (Hamilton, 1995:18-19).
d.      Riwayat kesehatan keluarga                                                                    
Dalam anggota keluarga pasien (ibu, kakak) yang pernah menderita penyakit yang sama seperti yang berupa perdarahan yang terus menerus dan lama karena predisposisi dari mioma atau faktor keturunan. Pada keluarga adakah riwayat gangguan pembekuaan darah dapat mengakibatkan perdarahan yang sulit berhenti (Wiknjosastro, 2006:338).
e.       Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan haid
1)      Kehamilan
Pada mioma uteri mungkin menurunkan fertilitas. Pengaruh mioma uteri pada kelahiran harus segera diwaspadai dengan ibu riwayat kehamilan yang sering abortus, kelainan letak, placenta previa dan placenta areta pada nullipara/kurang subur kemungkinan terkena mioma lebih besar dibandingkan ibu yang pernah hamil.
2)      Persalinan dan nifas                                                                           
Pada riwayat persalinan ibu sering mengalami persalinan yang lama karena mioma menghalangi jalan lahir serta timbulnya perdarahan post partum.
3)      Haid
Pada riwayat haid sering ditemukan adanya hypermenorrhoe, menorrhagia dan disertai dengan dismenorhoe yang hebat harus diwaspadai terjadinya mioma uteri pada ibu dengan riwayat tersebut di atas dan kapan HPHT untuk mengetahui siklus haid atau hamil dengan perdarahan abortus (Sastrawinata, 1996:158-159).
f.       Riwayat KB                                                                                             
Penggunaan KB hormonal dengan kadar estrogen yang tinggi merupakan faktor pencetus timbulnya mioma karena estrogen lebih tinggi kadarnya daripada wanita yang menggunakan KB non hormonal (Wiknjosastro, 1999:345).
g.      Pola kebiasaan sehari-hari                                                                        
Pada pola kebiasaan sehari-hari terutama pada pola eliminasi ibu akan mengalami gangguan BAK yang dapat berupa polakisuriam dysuria dan kadang terjadinya retensio urine dan gangguan BAK seperti obstipasi dan tenesmus. Pola seksual ibu dalam berhubungan seksual kontak berdarah, dyspareunia karena adanya mioma pada alat genetalia interna, yang bisa menyebabkan libido ibu menurun (Sastrawinata, 1996:156).
h.      Kondisi psikososial                                                                                  
Ibu mengalami kecemasan disebabkan karena dampak/gejala yang ditimbulkan oleh adanya penyakit seperti perdarahan yang terus menerus dan lama.
i.        Kondisi spiritual                                                                                       
Ibu merasa terganggu dalam menjalankan ibadah terutama pada agama Islam karena perdarahan yang bersifat terus menerus dan lama.
2.      Data obyektif 
Keadaan umum: kesadaran ibu dapat composmentis  sampai somnolen karena adanya perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan dan penampilan ibu tampak nyeri perut dan KU lemah serta tampak pucat dan anemis.
a.       Tanda-tanda vital
1)      Suhu
Dapat normal dan dapat mengalami peningkatan apabila ditemukan adanya infeksi atau dehidrasi berat.
2)      Nadi
Dalam keadaan shock hipovolemik dan dehidrasi berat dan akan terjadinya takikardia akibat dari terjadinya perdarahan (N < 100×/menit).
3)      Tekanan darah
Dalam keadaan shock hipovolemik/dehidrasi berat karena perdarahan akan terjadi penurunan tensi (hipotensi).
4)      Pernafasan
Mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder yaitu sesak nafas karena gangguan sirkulasi O2 dalam darah berkurang dengan adanya penurunan kadar Hb oleh perdarahan sehingga kadar CO2 dalam darah meningkat (N
= 10-20×/menit) (Pearce, 142:222).
b.      Pemeriksaan khusus
1)      Inspeksi
a)      Muka
Tampak pucat sebagai tanda adanya anemia serta akan  keluar keringat dingin bila terjadi syok.
b)      Mata
Konjungtiva palpebra pucat oleh karena adanya anemia akibat dari perdarahan yang terus menerus, banyak dan lama.
c)      Abdomen
Teraba tumor di bagian bawah, keras/kenyal, bentuk tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri bila terjadi infeksi.
d)     Genetalia                                                                                      
Adanya perdarahan pervaginam yang banyak encer sampai bergumpal-gumpal adakah varises yang pecah, pembesaran kelenjar bartholini atau condiloma acuminata dan bau yang khas pada daerah genetalia.
e)      Anus
Akan timbul hemoroid, luka dan varises pecah karena keadaan obstipasi akibat penekanan mioma pada rektum.
f)       Ekstremitas
Oedem pada kaki karena adanya tekanan pada vena cava inferior dan pada limfa oleh adanya mioma pada panggul (Sastrawinata, 1996:158-159).
c.       Pemeriksaan dalam
1)      Teraba tumor berasal dari rahim dan pergerakan tumor bisa bebas atau terbatas (Manuaba, 1998:411).
2)      Pada mioma sub mucosa dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus dan teraba di canalis servikalis dan teraba benjolan pada permukaan cavum uteri.
3)      Cavum uteri tidak dapat teraba sendiri (Sastrawinata, 1996:160-161).
d.      Pemeriksaan penunjang
1)      USG
2)      Histerografi/histerocopi (Wiknjosastro, 2006:344-345).
e.       Pemeriksaan laborat
1)      Hb                                                                                                      
Terjadi penurunan apabila disertai perdarahan, serta penurunan Hb yang berat maka gambaran adanya perdarahan yang hebat.
2)      PA                                                                                                      
Pada pemeriksaan tidak terdapat keganasan maka akan dilakukan pengobatan sesuai dengan prosedur terapi mioma dan bila terjadi keganasan akan dilakukan prosedur pengobatan cancer seperti radiaso, cytostatika dan lain-lain (Sastrawinata, 1996:161-162)
II.Diagnosa yang mungkin muncul
1.      Diagnosa :Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka operasi
2.      Resiko gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh       berhubungan dengan pembatasan masukan peroral
3.      Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat
4.      Kurang pengetahuan tentang  prognosisi, perkembanagn penyakit dan     perawatan serta pengobatan pasca operatif.
5.      Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan   pasca opersi

 

RENCANA KEPERAWATAN





1.Diagnosa :Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka operasi
Tujuan     : Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol
Tampak santai, dapat beristirahat / tidur dan ikut beraktivitas sesuai kemampuan.
      Intervensi :
1.      Catat umur dan berat pasien, masalah medis/psikologis yang muncul kembli, sensitivitas idiosinkratik analgetik dan proses intra operasi (lokasi, ukuran, zat-zat anestesi) yang digunakan.
R/ Pendekatan pada manajemen rasa sakit pasca opersi berdasarkan kepada faktor-faktor variasi multiple.

2.      Evaluasi rasa sakit secara reguler (mis setiap 2 jam x 12) catat karakteristik, lokasi dan intensitas.
R/ Sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi

  1. Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapkan untuk prosedur
R/ Perhatikan hal-hal yang tidak dikethui (mis. Hasil biopsi) dan/atau persiapan inadekuat dapat memperburuk persepsi pasienakan rasa sakit.

  1. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardi, hipetnsi dan peningkatan pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit
R/ Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan

  1. Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
R/ Ketidaknyamanan mungkin disebabkan/diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang tidak tetap, selang NG, jarum parenteral.

  1. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
R/ Pahami penyebab ketidaknyamanan
  1. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi fowler, miring
R/ Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.

  1. Dorong menggunakan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
R/ Lepaskan tegangan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.

  1. Berikan perawatan oral reguler
R/ Mengurangi ketidak nyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering pada zat-zat anestesi, restriksi oral.

  1. Observasi efek analgesik
R/ Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dengn zat-zat anestesi.

  1. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
R/ Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan dosis kecil.




2. Diagnosa     :Resiko gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh       berhubungan dengan pembatasan masukan peroral
    Tujuan         :
Mempertahankan/menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh   keluaran urine yang adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
                Intervensi:


1.Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit.
R/ Indikasi keadekuatan volume sirkulasi. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan     resiko jatuh/vedera segera setelah perubahan posisi

2.AwAi jumlah dan tipe masukan cairan. Ukur haluaran urine dengan akurat
R/ Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.

3.Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal mis jadwal masukan cairan
R/ Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki ketidakseimbangan memperbaiki kesempatan untuk berhasil.

4.Kaji hasil test fungsi elektrolit (kolaborasi)
R/ Perpindahan cairan elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi penyembuhan pasien/prognosis dan memerlukan intervensi tambahan.

5.Berikan/awasi hipealimentasi IV
        R/ Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan/elektrolit.

3.Diagnosa      : Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat
Tujuan             :
Pola diet dengan masukan kalori adekuat untuk meningkatkan/mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi
1.Kaji peristaltik usus klien
R/ Kembalinya peristaltik usus menendakan keadekuatan sistem gastrointestinal setelah diistirahatkan karena anestesi

2.Pantau keadekuatan intake per parenteral
R/ Pengganti masukan peroral melalui perparenteral selama bisisng usus belum kembali normal

3.Berikan masukan peroral bila peristaltik baik dan tidak ada kontra indikasi.
R/ Latihan dimulai dari yang halus sampai akhirnya yang lebih kasar

4.Kolaborasi pemberian parenteral
R/ Pengganti masukan peroral

4. Diagnosa     :Kurang pengetahuan tentang  prognosisi, perkembanagn penyakit dan     perawatan serta pengobatan pasca operatif.
Tujuan             :
Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan
Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam progam perawatan
Intervensi        :
1.Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa datang
R/ Sediakan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan

2.Tinjau ulang dan minta pasien/orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka/balutan jika diindikasikan. Identifikasi sumber-sumber untuk persediaan.
R/ Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan meningkatkan kemandirian

3.Kaji tingkat pemahaman klien
R/ Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.

4.Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan anlgesik
R/ Meningkatkan kerjasama dengan regimen; mengurangi risiko reaksi merugikan/efek-efek yang tidak menguntungkan.

5.Tekankan pentingnya kunjungan lanjutan
R/ Memantau perkembangan penyembuhan dan mengevaluasi keefektifan regimen.

6.Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran. Menyediakan instruksi tertulis/materi pengajaran.
R/ Memberikan sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah penghentian.


5.Diagnosa      : Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan   pasca opersi
Tujuan :
Perfusi jaringan adekuat dengan tanda-tanda: tanda vital stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit hangat/kering, kesadaran normal, pengeluaran urine sesuai dengan individu.
Intervensi :
1.Ubah posisi secara perlahan di tempat tidur dan pada saat pemindahan (terutama pada pasien yang mendapatkan obat anestesi Fluothene)
R/ Mekanisme vasokonstriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi

2.Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut
R/ Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis sehingga menurunkan resiko pembentukan thrombus.

3.Bantu dengan ambulasi awal
R/ Meningkatkan sirkulasi dan mengembalikan fungsi normal organ

4.Cegah dengan menggunakan bantal yang diletakkan dibawah lutut. Ingatkan pasien agar tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki trgntung lama.
R/ Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis dan menurunkan risiko tromboplebitis

5.Kaji ekstremitas bagiian bawah seperti adany eritema, tanda Homan positif.

R/Sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk beberapaposisi selama proses opersi, sementara itu obat-obatan anestesi dan menurunkan aktivitas dengan mengganggu tonusitas vasomotor, kemungkinan bendungan vascular dan peningkatan risiko pembentukantrombus




III.Pelaksanaan

Pelaksanaan atau implementasi merupakan tahap ketiga dalam proses asuhan kebidanan yang merupakan perwujudan dari rincian tindakan yang telah disuusun dalam tahap perencanaan. Implementasi akan dilaksanakan pada kasus nyata sesuai dengan situasi dan kondisi klien (Depkes RI, 1995:11)

IV.Evaluasi

Merupakan hasil tahap akhir dengan proses asuhan kebidanan untuk menilai tentang kriteria hasil yang dicapai apakah dengan rencana atau tidak. Dalam evaluasi dilakukan dengan SOAP.
S :  Data subyektif yang didapatkan dari keluhan klien
O   :     Data obyektif yang didapatkan dari hasil pemikiran oleh petugas yang terkait.
A   :     Assesment berisi kesimpulan dari data subyektif dan obyektif yang menunjukkan tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan atau pun masalah yang baru muncul
P :  Perencanaan merupakan perencanaan lanjut tindakan yang sudah dicapai dengan berpedoman pada tingkat keberhasilan yang telah dicapai. (Depkes RI, 1995:11)


Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 2000.
Depkes RI Pusdiknakes, Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan Gangguan Sistem Reproduksi, Jakarta, 1992.
Manuaba, Ida Bagus Gde, Ilmu Kebidanan dan Keluarga Berencana, EGC, Jakarta, 1996.
Sastrawinata, Sulaiman, Obstetri Gynekologi, UNPAD, Bandung, 1994.
Universitas Padjadjaran Bandung, Obstetri Fisiologi, Bandung, 1984.
Wiknjosastro, Hanifa, Ilmu Kandungan, YBP-SP, Jakarta, 1999.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar